MALANG POST – Bagi pemain Arema asal Brasil, Matheus da Conceicao Nascimento atau Matheus Blade, kekalahan 1-3 yang diterima Arema FC dari Borneo FC, sangat menyesakkan dada.
Bagaimana tidak, bertanding di kandang sendiri, Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, di pekan ke-10 Super League 2025/2026, Minggu (26/10/2025) kemarin, Arema FC sejatinya tidak bermain jelek.
Tetapi karena berbagai sebab, skuadra Singo Edan, harus mengakui keunggulan tim asal Kalimantan tersebut. Diantaranya karena gol cepat di menit kedua. Ditambah dua kartu merah yang diterima Julian Guevara dan Bayu Setiawan.
Kekalahan di hadapan 805 penonton di Stadion Kanjuruhan itu, juga menjadi kegagalan ketiga kali berturutan, yang diterima Arema saat menjadi tuan rumah.
Tak heran jika Aremania, suporter fanatik tim yang berdiri 1987 ini, melakukan aksi protes. Dengan cara menghadang tim Arema FC, untuk menyampaikan uneg-uneg mereka, sebelum tim meninggalkan Stadion Kanjuruhan.
Matheus Blade, yang baru musim ini bermain di Super League, juga berada di antara pemain, saat mendapatkan kritikan keras dari Aremania.
Sebelumnya, pemain 28 tahun ini juga sudah mengungkapkan kekecewaannya terhadap laga yang dipimpin Wasit Steven Yubel Poli. Ketika Matheus Blade menjadi wakil pemain, yang hadir dalam post match press conference.
Dalam kacamata pemain berpostur 188 cm ini, kepemimpinan Wasit Steven sangat merugikan Arema. Selain terlalu cepat mengeluarkan kartu, wasit juga sering mengubah keputusannya. Terutama ketika pemain Arema melakukan pelanggaran.
“Meskipun kami kebobolan lebih awal, tim kami berusaha mengejarnya, kami terus mencoba.”
“Sayangnya ada dua rekan setim kami dikeluarkan wasit. Seperti kata orang-orang, dengan tertinggal jumlah pemain melawan Borneo, sulit untuk kami mendapatkan hasil lebih baik,” katanya.
Di pertandingan ke-9 untuk Arema tersebut, Wasit Steven mengeluarkan lima kartu kuning dan dua kartu merah untuk tim tuan rumah. Sedangkan Borneo FC, hanya mendapatkan tiga kartu kuning.
Dua kartu merah yang disusul pengusiran pemain, diterima Julian Guevara di menit ke-58, setelah sebelumnya menit ke-42, sudah menerima satu kartu kuning.
Satu lagi diterima Bayu Setiawan di menit ke-77. Yang sebenarnya, saat itu Bayu mendapatkan kartu kuning keduanya. Tetapi setelah Wasit Steven melakukan on field review VAR, kartu kuning kedua itu, diubah menjadi kartu merah langsung.
“Kehilangan dua pemain, jelas sangat menganggu upaya kami untuk mengejar ketinggalan gol. Kami sangat kesulitan bermain dengan sembilan pemain,” kata pemain yang sudah mengantongi 720 menit bermain bersama Arema dalam delapan laga.
Padahal setelah tertinggal sejak menit kedua, lewat tendangan Mariano Peralta, Arema terus berusaha bangkit. Upaya itu semakin terlihat sejak awal babak kedua.
Namun ketika Arema sudah mulai bisa memberikan tekanan kepada Borneo FC, tiba-tiba muncul kartu merah di menit ke-58.
Diusirnya Julian Guevara, membuat Matheus Blade harus bertukar posisi. Yang awalnya pemain dengan nomor punggung 25 itu menempati posisi sebagai gelandang jangkar. Kini harus mengisi pos yang ditinggalkan Julian Guevara. Menjadi defender bersama-sama Betinho dan Luiz Gustavo.
Kemudian ditambah lagi menit ke-77, Arema dipaksa bermain dengan delapan orang sebagai pemain lapangan plus satu kiper.
Matheus Blade yang sepanjang 58 menit awal, terlihat aktif membantu serangan. Utamanya ketika Arema mendapatkan tendangan penjuru. Terpaksa harus berjibaku menjadi benteng Arema.
“Sayangnya kami kebobolan lebih awal. Seperti kata orang-orang, kami punya strategi untuk membalikkan situasi.”
“Kami harus berubah. Karena kebobolan lebih dulu, tim kami tahu bagaimana memaksakan diri,” kata Matheus Blade.
Namun meski berbagai upaya dilakukan, termasuk lahirnya gol Dalberto Luan Belo di menit 90+7, tetapi Matheus Blade tidak mampu membantu Arema terhindar dari kekalahan.
Karena dua gol tambahan Borneo FC, yang dicetak Douglas de Souza menit ke-78 dan Juan Felipe Ruiz menit ke 90+11, terjadi ketika Arema bermain dengan jumlah orang yang berbeda. (*/Ra Indrata)




