
MALANG POST – Desa Tambakasri di Sumbermanjing Wetan (Sumawe) Kabupaten Malang, seolah memuat paradoks ekonomi. Di satu sisi, hamparan perkebunan kopi seluas 285 hektar menjanjikan potensi ekonomi yang melimpah—mampu menghasilkan buah kopi sekitar 1–1½ ton per hektar per tahun.
Namun, potensi tersebut terhalang tumpukan limbah kulit kopi yang belum termanfaatkan, mencapai 30 kg per kuintal green bean. Selain itu, tantangan pemasaran bagi para petani dan pelaku UMKM daerah ini juga cukup kuat.
Menanggapi dilema tersebut, lahir inisiatif Local Caffeine: Optimalisasi Komoditas Kopi Berbasis Zero Waste sebagai Manifestasi Produk Unggulan Lokal Menuju Desa Tambakasri Mandiri.
Program ini diluncurkan oleh 15 mahasiswa Himatekpa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), bekerja sama dengan UKM Golf dan Program Studi Agribisnis, melalui Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa). Program ini berlangsung Juli–Oktober 2025 dan didanai Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemdikti Saintek).
Putri Amalia Putri Hendrayana, atau akrab disapa Putri, menjelaskan bahwa inisiatif ini lahir dari kesadaran akan masalah limbah dan keterbatasan pemasaran kopi di desa tersebut.
“Kopi adalah komoditas utama di sini, namun pemanfaatannya belum optimal. Masyarakat baru menjual bubuk kopi dengan merek Kopi E Mas E yang pemasarannya terbatas,” katanya.

Limbah kulit kopi yang mencapai 30 kilogram per kuintal green bean dinilai belum punya nilai jual, padahal bisa diolah menjadi produk bernilai. Konsep zero waste menjadi inti program ini. Alih-alih membuang limbah, tim Local Caffeine mengubahnya menjadi produk bernilai jual.
Prosesnya diawali dengan pendampingan langsung dari dosen pembimbing Afifa Husna S.TP., M.T.P., M.Sc., beserta dosen lain yang memastikan setiap langkah direncanakan dengan matang.
Setelah uji coba produk di laboratorium kampus, tim melanjutkan ke Desa Tambakasri untuk melakukan penyuluhan dan pelatihan kepada puluhan pelaku UMKM baru. Materi pelatihan mencakup pengolahan kopi kemasan botol, strategi pemasaran digital, serta pengolahan limbah kulit kopi menjadi briket dan pupuk kompos yang dipateri oleh pengusaha briket dan dosen.
Hasilnya, Local Caffeine mampu mengembangkan tiga produk unggulan. Pertama, bubuk kopi dengan merek Kopi E Mas E yang murni tanpa campuran, sehingga cita rasa pahit, asam, manis, dan kacangnya terasa jelas. Kedua, kopi kemasan botol dengan formulasi utama 70–80% kopi dan tanpa pengawet, dirancang untuk menjangkau semua kalangan.
Ketiga, briket kulit kopi dengan keunggulan menghasilkan sedikit asap. Ketiga produk ini dinilai unggulan karena memanfaatkan kekayaan alam lokal secara maksimal dan inovatif, sehingga masyarakat tidak lagi mengandalkan penjualan green bean dengan harga murah.
Lebih jauh, tim juga berupaya menguatkan kapasitas pemasaran digital melalui Instagram, TikTok, dan lokapasar, serta menjalin kerja sama dengan kafe, minimarket, dan dinas pertanian setempat. Dampak nyata yang dirasakan meliputi peningkatan ilmu dan keterampilan warga dalam mengolah produk dan memasarkan secara efektif.
“Aku berharap program ini bisa berlanjut hingga beberapa tahun ke depan. Dengan pendampingan yang berkurang, masyarakat desa bisa melanjutkan sendiri, dan perekonomian desa semakin maju,” tutup Putri. (M Abddurrahman Rozzi-Januar Triwahyudi)