
TUTUP RAPAT: Pengurus di sekretariat PMI Kota Batu menutup rapat pintu, tanda dihentikan sementara operasional PMI Kota Batu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
MALANG POST – Kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Batu di Jalan Kartini kini sepi. Papan pengumuman bertuliskan ‘Pelayanan Ditutup Sementara’ terpasang jelas di kaca jendela. Tak ada lagi mobil ambulans yang siaga. Pintu kantor tertutup rapat. Sunyi.
PMI Kota Batu resmi menghentikan seluruh aktivitasnya. Mulai dari pelayanan donor darah, ambulans, pertolongan pertama gawat darurat, hingga antar-jemput pasien. Semuanya berhenti. Bukan karena tidak ada pasien. Tapi karena tak ada dana.
“Hingga batas waktu yang belum ditentukan, kami vakum total. Pelayanan kami hentikan. Tidak ada lagi anggaran,” kata Kepala Markas PMI Kota Batu, Abdul Mutholib, Minggu (3/8/2025).
Menurutnya, sejak awal 2025, PMI bertahan hidup dengan dana talangan dari pengurus internal. Mulai dari kepala markas, bendahara, hingga sopir ambulans semuanya urunan demi pelayanan tak berhenti. Tapi itu hanya bertahan sementara.
“Sejak Februari kami kerja tanpa honor. Talangan kami sudah tembus Rp80 juta. Kami tidak sanggup lagi,” ungkapnya.
Tholib mengaku, keterlambatan honor sudah beberapa kali terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya. Tapi 2025 jadi yang paling parah. Petugas tetap bekerja tanpa bayaran berbulan-bulan lamanya.
“Minimal kami butuh Rp 9 juta per bulan untuk biaya operasional dasar. Bensin ambulans, listrik, makan-minum petugas dan obat-obatan. Kami murni relawan, tapi tetap butuh operasional,” ujarnya.
Kini, setelah enam bulan bertahan dengan talangan pribadi, mereka menyerah. “Kami mohon maaf kepada masyarakat. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin,” ucapnya.
Masalah utama bukan di Pemkot Batu. Pemkot Batu sejatinya siap menyalurkan dana hibah. Tapi karena ada konflik internal di tubuh PMI sendiri, pencairan tertahan. Status kepengurusan dianggap belum final.
“Ada pengurus yang melapor ke PMI Provinsi dan ke kami, bahwa pengurus PMI Kota Batu belum definitif,” jelas Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto.
“Karena itu dana hibah belum bisa dicairkan. Kami menunggu pengesahan dari provinsi,” tambahnya.
Heli menyebut, secara teknis berkas pengajuan sudah selesai di Dinas Kesehatan. Tapi karena masih ada keberatan dari beberapa pengurus kecamatan atas hasil Muskot (musyawarah kota) yang lalu, proses pencairan tak bisa dilanjutkan.
“Mereka meminta Muskot ulang. Ada yang menolak hasil Muskot sebelumnya. Ini yang membuat status pengurus belum sah,” jelasnya.
Heli berharap konflik internal segera selesai. Ia menekankan bahwa PMI adalah organisasi sosial. Semua dinamika harus diselesaikan dengan kepala dingin.
“Ini organisasi kemanusiaan. Jangan sampai pelayanan terganggu karena ego sektoral. Kami berharap sekretariat tetap jalan. Jangan larut dalam konflik,” pesannya.
Pihak PMI Provinsi, lanjutnya, juga sudah beberapa kali turun ke Kota Batu untuk memfasilitasi mediasi. Namun hingga kini, hasilnya belum final.
“Kami siap menyalurkan hibah kapan saja, asalkan pengurus sudah sah. Jangan sampai masyarakat jadi korban dari konflik ini,” tegasnya.
Kondisi PMI Kota Batu hari ini jadi gambaran suram bagaimana sebuah organisasi kemanusiaan bisa lumpuh hanya karena masalah administratif dan tarik-menarik kepentingan.
Saat ambulans tak bisa jalan, saat darah tak bisa didistribusikan dan saat pelayanan darurat berhenti, maka yang rugi bukan pengurus. Tapi masyarakat luas. PMI bukan sekadar kantor. Ia simbol solidaritas. Tapi ketika solidaritas internal runtuh, maka semua pelayanan ikut tumbang. (Ananto Wibowo)