
MALANG POST – Terus berkomitmen menjadi kampus berdampak yang peduli pada isu-isu hukum global, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar International Conference on Law Reform (INCLAR) 2025 yang ke-6 pada 21-22 Juli 2025.
Ajang tahunan ini bertema ‘Hukum, Konflik dan Kemanusiaan: Menuju Keadilan yang Berkelanjutan dan Masyarakat yang Tangguh’.
Menghadirkan pembicara ahli dari berbagai institusi luar negeri, seperti Amerika Serikat, Skotlandia, hingga Malaysia.
Sebagai keynote spekaer, Indra Rosandry Direktur Hukum dan Perjanjian Politik dan Keamanan Kementerian Luar Negeri RI menyoroti isu tantangan global yang semakin kompleks.
Mulai dari konflik bernsenjata, keamanan siber, hingga perubahan iklim yang menjadi topik utama dalam konferensi ini. Ia juga membahas pentingnya hukum internasional sebagai pondasi perlindungan hak asasi manusia, khususnya dalam situasi konflik perang di Gaza.
Selain itu, ia juga menggarisbawahi peran pendidikan, akademisi, dan negara dalam membentuk kebijakan hukum yang responsive dan berkelanjutan. Lebih dari itu, dalam forum diskusi ini menghadirkan presentasi urgensi nilai-nilai terhadap isu hukum global dari berbagai susut pandang para ahli baik praktisi maupun akademisi.
Lebih lanjut, Indra percaya salah satu output dari agenda ini adalah para peserta mampu mengidentifikasi perkembangan terbaru serta keberlanjutan periode hukum internasional terkait perlindungan anak di era kontemporer.
Selain itu, juga mampu merumuskan berbagai solusi untuk memanfaatkan peluang yang ada guna mendukung pengembangan hukum internasional yang lebih baik. Harapannya, langkah ini dapat menumbuhkan sistem keadilan yang berkelanjutan.
Lebih lanjut, Hilaire Tegnan, Ph.D. Project Assistant Center Of Legal & Court Technology, William & Mary Law School, Amerika Serikat membahas mengenai tantangan penyatuan hukum di negara berkembang: dari pluralisme hukum menuju sinkretisme hukum di Indonesia.

Ia menyampaikan, pluralisme hukum memiliki sejumlah kelebihan yang berkontribusi positif terhadap kehidupan bermasyarakat. Di antaranya adalah mendorong kerja sama antar sistem hukum, serta mendukung proses desentralisasi yang memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur kepentingannya.
“Namun, pluralitas juga justru memicu kerancuan dalam pelaksanaan hukum dan prediktabilitas menjadi kelemahan utama. Kondisi ini dapat mempersulit penegakan keadilan, karena masyarakat cenderung bingung dalam menentukan hukum mana yang berlaku,” katanya.
Oleh sebab itu, dibutuhkan harmonisasi regulasi agar pluralisme hukum dapat berjalan seimbang, memberikan manfaat, dan meminimalkan potensi konflik. Untuk itu, menurut Tegnan, sinkretisme hukum menjadi solusi melihat keberanekaragaman agama, adat istiadat, suku, dan ras menjadi bagian indah dari Indonesia.
Ia mengagumi dan terinspirasi dari semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai prinsip kuat dan berdaya lebih besar untuk mempersatu perbedaan.
“Sinkretisme hukum tidak dapat hanya melihat bagaimana sistem kelompok mayoritas saja, kita dapat mencoba memahami sistem hukum, tetapi bukan dengan pendekatan top-down,” ungkapnya.
Di sisi lain, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Prof. Dr. Nazaruddin Malik, M.Si. menyampaikan rasa hormat atas kehadiran para tamu dan peserta dalam konferensi internasional. Nazar juga menyoroti pentingnya peran hukum di tengah konflik global seperti perang di Ukraina dan Palestina, yang tidak hanya menjadi masalah politik tetapi juga tragedi kemanusiaan.
Konferensi ini, menurutnya, menjadi ruang refleksi untuk mencari jawaban tentang bagaimana hukum dapat melindungi martabat manusia, mendukung hak korban, dan mewujudkan keadilan yang berpihak pada kemanusiaan.
“Melalui forum ini, UMM terus berkomitmen bahwa pendidikan tak hnya sekedar transfer pengetahuan, tetapi juga penguatan tanggung jawab sosial bagi para mahasiswa dan anak-anak muda Indonesia,” tegasnya. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)