
Zohran Mamdani berbicara di depan pendukungnya di New York, 2 Juli 2025. (Foto: Disway)
Oleh: Dahlan Iskan
SEBUAH cara lagi dicari: agar Zohran Mamdani tidak memenuhi kualifikasi sebagai calon wali kota New York.
Dokumen imigrasinya lagi diselidiki. Proses dirinya bisa mendapat kewarganegaraan Amerika juga sedang ditelusuri.
Target Presiden Donald Trump: mencabut kewarganegaraan calon wali kota New York itu.
Zohran Mamdani sudah bisa dikatakan sebagai calon wali kota karena konvensi partai Demokrat New York City sudah memutuskan itu.
Keputusan konvensi: Zohran Mamdani adalah calon wali kota dari partai Demokrat.
Berarti Zohran Mamdani tinggal menghadapi calon wali kota dari Partai Republik, dan calon dari Independen.
Yang dari Independen ada tiga calon: Eric Adams, Jim Walden dan Andrew Cuomo.
Adams adalah incumbent. Ia terpilih sebenarnya sebagai calon dari Demokrat. Tahun lalu ia terancam jadi tersangka: soal penyalahgunaan wewenang. Lalu berubah sangat pro Presiden Trump.

Zohran Mamdani bersama para pendukungnya dalam sebuah acara di New York, bulan lalu. (Foto: Disway)
Tapi ia tidak mungkin maju lewat Republik. Ia pakai jalur Independen.
Sedang calon wali kota dari Republik sudah ada: Curtis Sliwa. Ia aktivis anti kriminal di New York.
Empat tahun lalu Sliwa sudah maju sebagai calon wali kota dari Republik. Ia dikalahkan Adams dari Demokrat.
Kali ini Republik tidak melakukan konvensi. Itu karena Sliwa ingin maju sekali lagi di usianya yang 70 tahun.
Kelebihan Sliwa: asli New York. Populer. Pernah jadi pembawa acara di sebuah radio. Kawin empat kali–kini hidup dengan partner wanitanya.
Dalam sejarah kota New York, wali kota terpilih kebanyakan dari Demokrat. New York City memang basis Partai Demokrat. Liberal. Siapa saja yang pro rakyat akan terpilih. Orang seperti Alexandria Ocasio-Cortez pun bisa terpilih sebagai anggota Kongres dari dapil New York: dia berangkat sebagai pelayan di sebuah bar.
Dari semua pesaing Mamdani, Adams-lah yang paling kuat. Tapi namanya telah jatuh di mata pendukung Demokrat –sejak sangat pro-Trump.

Zohran Mamdani berbicara di depan pendukungnya di New York, 2 Juli 2025. (Foto: Disway)
Maka Amerika Serikat pun heboh: Mamdani punya kans besar jadi wali kota New York. Muslim pertama. Keturunan Asia pertama. Sangat wajar bila Trump dan pengikutnya sangat geram.
Mamdani disebut keturunan Asia karena ayah-ibunya dari India. Mereka migrasi ke Uganda. Maka Mamdani lahir di Kampala, ibukota Uganda. Di umur 17 tahun ikut orang tua migrasi ke Amerika. Mamdani lantas kuliah di Pennsylvania.
Mengingat Mamdani adalah Muslim, mungkinkah ia sebenarnya keturunan Pakistan? Bukankah kala itu Pakistan dan India masih menjadi satu–hanya disebut India?
Ternyata tidak. Mamdani murni keturunan India. Ayahnya suku Gujarati dari Gujarat. Wilayah Gujarat memang perbatasan dengan Pakistan.
Gurajat dulunya memang dihuni banyak Muslim –termasuk yang kemudian menyebarkan Islam ke Nusantara. Tapi kini Gujarat sudah mayoritas mutlak Hindu. Penduduk Muslimnya sudah eksodus ke Pakistan di zaman pemisahan tahun 1960-an. Sedang penduduk Hindu di Pakistan (bagian selatan) eksodus ke Gujarat.
Penduduk Gujarat dikenal pandai-pandai. Ekonomi tumbuh 9 persen setiap tahun sebelum Covid-19. Ibukotanya: Ahmadabad –lokasi kecelakaan Air India Boeing 787 bulan lalu. Mahadma Gandhi lahir di sini. Juga Narendra Modi, perdana menteri India sekarang.
Ibunda Mamdani juga dari India. Dari Punjab –di bagian utara Undia.
Punjab-India ini berbatasan dengan provinsi Punjab-nya Pakistan. Wilayah ini juga makmur. Eksodus besar-besaran juga terjadi di wilayah ini: yang Islam bergegas ke barat, yang Hindu ke timur. Jadilah Punjab Hindu (India) dan Punjab Islam (Pakistan).
Dua orang tua Mamdani sudah meninggalkan India jauh sebelum peristiwa itu. Ayah ibunya menjadi orang terpandang di Uganda. Sang ayah menjadi intelektual terkemuka dunia berwarga negara Uganda. Ibundanya jadi aktivis perfilman.

Zohran Mamdani bersama sang ibu, Mira Nair, menghadiri premiere film Disney Queen of Katwe. (Foto: Disway)
Dari Uganda sang ayah kuliah di Pittsburgh Amerika Serikat. Maka hubungan keluarga ini dengan Amerika sudah begitu panjang. Bahkan sang ayah pernah mengajar di Universitas Michigan.
Mamdani sangat muda: 33 tahun. Ganteng. Brewokan tipis. Maka orang New York lagi demam Mamdani.
Soal keislamannya orang New York tidak peduli. Memang Mamdani sering dopojokkan dengan isu teroris, ekstrimis, pro Palestina dan sebangsanya. Tapi orang New York melihat Mamdani tidak lebih dari tokoh muda liberal. Pro LGBT. Ia “sangat Amerika”.
Tentu dunia Islam gegap gempita. Setelah London wali kotanya Muslim, giliran New York –kalau jadi. Apalagi kalangan Islam Syi’ah: begitu bangga dengan Mamdani–diberi julukan “tokoh muda Syi’ah”.
Mamdani sudah Syi’ah sejak dari ayahnya. Ia bukan Syi’ah yang datang dari Iran. Kini ada sekitar 20.000 orang Syi’ah di New York –mereka membangun sekitar 10 masjid di sana. Tapi Syi’ah mereka adalah Syi’ah dari Iran. Banyak imigran Iran ke Amerika, terutama sejak terjadi revolusi Islamnya Ayatullah Imam Khomeini.
Ayah Mamdani datang ke Amerika sangat khusus: kewarganegaraan Ugandanya dicabut! Yang mencabut adalah pemerintah Uganda saat itu. Ayah Mamdani dianggap terlalu kritis pada pemerintah.
Dunia membelanya. Termasuk Amerika. Maka jadilah Ayah Mamdani warga negara Amerika.
Kini giliran anaknya terancam dicabut kewarganegaraan Amerikanya. (*)