
MALANG POST – Porprov IX Jatim cabang olahraga (cabor) sepak bola putri sedang jadi buah bibir. Tapi bukan karena aksi heroik atau gol-gol cantik. Kali ini, yang ramai dibicarakan justru drama di luar lapangan, tepatnya dari Grup A, yang berubah jadi grup penuh teka-teki.
Semula, semua berjalan sesuai naskah. Kota Batu tampil solid, Jember dan Banyuwangi cukup menjanjikan. Tapi begitu peluit terakhir di fase grup ditiup, cerita malah jungkir balik.
Kota Batu, yang seharusnya jadi juara grup, malah merosot ke posisi runner-up. Jember, yang sempat bersenang-senang lolos ke babak semifinal, malah harus pulang lebih cepat.
Sementara Banyuwangi, yang di awal tak masuk, tiba-tiba loncat ke puncak klasemen seperti naik lift ekspres dari lantai dasar langsung ke rooftop. Yang bikin panas, bukan cuma hasilnya. Tapi caranya.
Seharusnya, klasemen akhir Grup A cabor sepak bola putri jika mengacu pada Technical Handbook (THB) Porprov IX Jatim cabor sepak bola, yang tertulis pada Pasal 17 tentang Penentuan Pemenang Nomor 4 berisikan, jika pada akhir setiap babak terdapat dua tim atau lebih di satu grup mendapatkan poin sama.
Maka untuk menentukan urutan kedudukan ditentukan dengan a. Poin, b. Pertemuan kedua tim (head to head), c. Selisih gol, d. Produktivitas gol, e. Poin Fair Play dengan ketentuan 1 poin untuk kartu kuning dan 3 poin untuk kartu merah, f. Undian dengan mekanisme yang akan ditentukan oleh Panitia Pelaksana.
Berdasarkan Pasal tersebut, seharusnya Kota Batu berada di peringkat pertama dengan koleksi 5 poin, unggul produktivitas gol saat menang 11-0 melawan Kabupaten Lumajang.

BERLANGSUNG SENGIT: Tim sepak bola putri Kota Batu saat melawan Kabupaten Lumajang di pertandingan penyisihan cabor sepan bola putri beberapa waktu lalu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Lalu yang masih jadi perhitungan adalah Kabupaten Jember dan Banyuwangi, mereka punya poin, head to head, selisih gol dan produktivitas gol yang sama. Namun berdasarkan keputusan Technical Delegate (TD), juara Grup A jadi Banyuwangi dan runner-up nya Kota Batu.
Melihat situasi tersebut, Ketua Askot PSSI Kota Batu, Ganis Rumpoko angkat bicara. Secara tidak langsung keputusan tersebut merugikan tim Kota Batu.
“Tidak dirugikan secara langsung, tapi ya tetap dirugikan juga, karena seharusnya kami juara grup,” tutur Ganis.
Dia menyayangkan adanya insiden dalam penentuan siapa yang lolos ke babak selanjutnya. Meski begitu, dirinya tak mau ambil pusing, mengingat Kota Batu merupakan tuan rumah event ini.
“Kami tuan rumah, tentu konsen kami dalam menjaga konduktivitas. Jangan sampai ada pihak-pihak yang merasa dirugikan lalu berimbas pada pertandingan selanjutnya,” tuturnya.
Jember jadi korban paling nyata. Mereka unggul, tapi tetap dinyatakan tersingkir karena sistem klasemen yang dianggap tidak konsisten. Dan Banyuwangi? Maju terus pantang malu-malu.
Wakil Ketua Askab PSSI Jember, Andik Slamet pun turut angkat bicara. Dengan nada gusar tapi tetap tenang, dia menyampaikan unek-uneknya soal nasib timnya yang mendadak out dari persaingan. Padahal secara hitung-hitungan, tim sangat layak melaju.
“Dasar kami adalah THB. Tapi anehnya, itu tidak dipakai oleh Technical Delegate (TD),”ujarnya
Jember benar-benar kebingungan. Secara, jika dihitung fair play pun juga masih sama. Andi mengungkapkan, timnya hanya menerima dua kartu kuning untuk pemain dan tiga kartu kuning untuk official, karena protes atas ketidak adilan. Sedangkan Banyuwangi menerima satu kartu merah dan dua kartu kuning.
“Kalau bicara fair play, ya itu acuannya. Jadi kami bingung, parameternya pakai apa? Padahal seharusnya di peraturan poin D sudah dapat menentukan klasemen, tidak perlu poin E,” tambahnya.
Dia melihat, muncul ketentuan baru, yakni ada klasemen kecil dan ada klasemen besar. Padahal menurut Andik hal tersebut tidak tertulis dalam THB. Tidak ada poin yang menyebut soal itu.
“Ini kan jadi aneh. Kita tahunya hanya ada klasemen besar, kok tiba-tiba muncul klasemen kecil yang menentukan siapa lolos? Tidak ada itu di regulasi,” keluhnya.
Kota Batu pun disebut ikut jadi korban dari keputusan janggal ini. “Batu itu malah lucu lagi. Seharusnya jadi juara grup malah jadi runner-up. Sedangkan tim yang awalnya tak lolos malah jadi juara grup. Ini kan seperti ada pesanan,” tuturnya.
Melihat dinamika ini, dia menegaskan, Jember tidak sedang mempermasalahkan soal menang atau kalah. “Kami tidak mengejar kemenangan. Yang penting regulasinya jelas, konsisten. Jangan berubah-ubah. Jangan ada aroma pesanan,” tegasnya.
Sebagai bentuk ketidakpuasan, Jember resmi melayangkan surat protes ke panitia. Drama belum berakhir. Di balik gegap gempita Porprov, ada PR besar tentang keadilan, transparansi, dan tentu saja, semangat fair play. Kita tunggu babak berikutnya: siapa yang benar-benar lolos dan siapa yang diloloskan.
Porprov IX Jatim harusnya jadi panggung pembinaan dan sportivitas. Tapi kalau begini caranya, siapa yang masih percaya pertandingan ditentukan oleh kemampuan, bukan keberpihakan. (Ananto Wibowo)