
Prof. Luchman (baju putih) bersama pengelola berada di kedai digital dengan biji-biji kopi dalam botol-botol koleksi yang dilengkapi QRcode carts. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Menggabungkan sensasi menikmati kopi langsung dari sumbernya dengan keindahan alam desa ternyata bukan sekadar gaya hidup baru.
Tetapi juga menjadi strategi inovatif dalam membangkitkan ekonomi desa dan pelestarian lingkungan.
Hal inilah yang mendasari lahirnya kedai kopi digital di kawasan desa wisata penghasil kopi. Terutama di Jawa Timur yang kaya akan potensi alam dan budaya.
Tim Universitas Brawijaya yang diketuai oleh Prof. Luchman Hakim (FMIPA), bersama Dr. Candra Dewi (FILKOM), Dr. Edriana Pangestuti (FIA), Dr. Wenny Bekti S (FTP) serta mahasiswa lintas fakultas, melihat peluang tersebut.
Mereka pun meluncurkan inovasi kedai kopi digital yang menyasar desa-desa penghasil kopi. Seperti Secang, Kalipuro Banyuwangi.
Inisiatif ini merupakan bagian dari program DIKST yang dimulai sejak akhir 2024 dan telah mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat dan mitra lokal.
“Di tengah meningkatnya industri kopi dan café, tantangan kita adalah mengintegrasikan teknologi informasi, hospitality dan edukasi pascapanen dalam satu ekosistem,” jelas Prof. Luchman.

Sampel koleksi biji-biji kopi dalam botol yang dilengkapi dengam QR code. (Foto: Istimewa)
TEKNOLOGI QR CODE: EDUKASI KOPI LEBIH INTERAKTIF
Salah satu gebrakan utama dari inovasi ini adalah penerapan label QR code pada berbagai jenis kopi yang tersedia di kedai digital.
Melalui pemindaian QR code, pengunjung dapat langsung mengakses informasi lengkap seputar asal-usul biji kopi, profil cita rasa, proses pascapanen, dan keragaman hayati yang tumbuh di lingkungan kebun kopi.
Dengan cara ini, wisatawan tidak hanya sekadar menikmati secangkir kopi, tetapi juga belajar mengenai ekosistem kopi secara menyeluruh. Hal ini dinilai mampu memperkaya pengalaman wisata dan meningkatkan kepuasan pengunjung.
Agar inovasi ini berkelanjutan, tim dosen UB juga aktif memberikan pelatihan intensif kepada kader-kader lokal. Seperti pemuda desa dan kelompok tani, yang memiliki minat dalam pengembangan kedai kopi digital.
Hasilnya, muncul kolaborasi aktif dengan komunitas seperti Markas Ekoliterasi Merdeka dan Kembang Galengan, yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan dalam bidang interpretasi dan hospitality wisata.
WISATA KOPI YANG EDUKATIF DAN ATRAKTIF
Uji coba kegiatan kunjungan wisatawan asing di Kalipuro menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Program wisata edukatif kopi yang mencakup kunjungan ke kebun, observasi proses pascapanen, dan sesi ngopi interaktif berbasis teknologi, terbukti meningkatkan kualitas dan nilai dari kunjungan wisata.
“Kedai kopi digital ini bukan hanya tempat ngopi, tapi menjadi pintu masuk bagi wisatawan untuk mengenal kekayaan hayati dan budaya lokal,” kata Imron, salah satu pengelola Markas Ekoliterasi Merdeka
Para mitra juga optimis bahwa inovasi ini menjadi langkah strategis dalam pengembangan desa wisata berbasis kopi. Sekaligus sarana penting untuk meningkatkan literasi kopi, memperluas pasar lokal, serta menciptakan wisata yang berkelanjutan. (*M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)