
MALANG POST – Artificial Intelligence (AI) harus bisa menjadi alat bantu. Bukan justru untuk menggantikan proses belajar.
Karena itulah, dunia pendidikan harus bisa beradaptasi, dengan kehadiran Artificial Intelligence (AI) yang semakin masif perkembangannya. Untuk bisa mendukung eksplorasi ilmu hingga memunculkan inovasi.
Penegasan itu disampaikan Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan FIA Universitas Brawijaya, Dr. Hermawan, ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Rabu (16/4/2025).
Tapi di balik manfaatnya, Hermawan menilai AI juga membawa tantangan serius, jika tidak disikapi dengan bijak.
“AI bisa melemahkan kemampuan berpikir manusia. Jadi penting bagi para pendidik tetap mempertahankan proses belajar secara konvensional, agar mahasiswa tetap terlatih dalam berpikir kritis,” tambahnya.
Menurut Hermawan, sebaiknya AI hanya dijadikan instrumen pembelajaran saja, bukan sebagai pengganti tujuan pendidikan itu sendiri. Hal itu dinilai penting sebagai esensi dari proses pembelajaran.
Hermawan juga menyinggung peran mahasiswa dalam menghadapi era AI yang serba instan. Menurutnya, kecenderungan mahasiswa mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugas, berpotensi mengikis kemampuan berpikir kritis mereka.
“Sebagai tenaga pendidik, kami masih bisa memberi toleransi pada penggunaan AI dalam pengerjaan tugas, tapi akan tetap berdampak pada penilaian.”
“Selain menurunkan grade, unsur plagiasi juga bisa muncul akibat penggunaan AI yang tidak bijak,” jelasnya.
Itulah sebabnya, Hermawan lebih menghargai mahasiswa yang menggunakan kemampuan berpikirnya sendiri. Hal itu pun bisa terlihat jelas dari jawaban tugas yang orisinal dan menunjukkan pemahaman.
Sementara itu, dalam pandangan mahasiswi Universitas Negeri Malang, Elvina Eka Saputri, AI membawa banyak manfaat, khususnya dalam memudahkan pencarian referensi dan menyelesaikan tugas.
Elvina mengatakan, saat ini dia juga sedang fokus mengerjakan skripsi dan tetap menggunakan AI, tapi dengan catatan lebih jeli dan selektif.
Dia selalu mengecek ulang informasi yang diberikan oleh AI, karena tidak semua yang dihasilkan AI bisa langsung dipercaya begitu saja.
Di sisi lain, Elvina juga menyadari kalau kemudahan yang diberikan AI bisa membuat mahasiswa terlena dan menjadi malas.
Sehingga Elvina terus mengasah kemampuan dan mempersiapkan diri menghadapi tantangan setelah lulus. Termasuk kemungkinan tergesernya tenaga kerja manusia oleh AI. (Faricha Umami/Ra Indrata)