
MALANG POST – Alas Purwo merupakan hutan tertua di Pulau Jawa. Sebelum menjadi taman nasional, Alas Purwo dulu ditetapkan sebagai cagar alam sejak tahun 1920.
Berdasarkan informasi dari situs resminya, kawasan ini menjadi habitat bagi sekitar 700 jenis flora, 50 jenis mamalia, 320 jenis burung, 15 jenis amfibi dan 48 jenis reptil.
Alas Purwo membentang di atas lahan seluas 44.037 hektare (dikutip dari laman Taman Nasional Alas Purwo). Terbagi menjadi sejumlah zona.
Meliputi zona inti, zona rimba, zona rehabilitasi, zona tradisional, zona pemanfaatan, zona khusus serta zona religi, budaya dan sejarah.
Alas Purwo merupakan kawasan hutan yang mempunyai ekosistem yang utuh di Pulau Jawa. Ekosistem yang dimiliki Alas Purwo, mulai dari hutan, pantai, mangrove, hutan bambu, savana dan goa.
Selain ekosistem alam, terdapat situs budaya, sejarah, dan religi di Alas Purwo. Beragam ekosistem tersebut menjadi destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Terdapat situs peninggalan Kerajaan Majapahit di Alas Purwo, yakni Pura Luhur Giri Salaka dan Situs Kawitan. Lokasi Situs Kawitan berada di jalan masuk menuju Pantai Trianggulasi.
Dalam bahasa Jawa Kawi, kawitan artinya adalah asal-usul atau paling awal. Nama ini terkait dengan Alas Purwo yang dipercaya sebagai tanah yang pertama kali ada saat penciptaan Pulau Jawa.
Umat Hindu setempat rutin melaksanakan upacara keagamaan di pura dan situs tersebut. Sementara itu Balai Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) mengeluarkan kebijakan baru terkait kunjungan untuk tujuan ibadah (religi) di kawasan tersebut.
Umat Hindu yang akan melakukan kegiatan ibadah di Pura Luhur Giri Salaka yang berada di kawasan TN Alas Purwo tidak dikenakan biaya tiket masuk pengunjung (Tarif Rp 0).

Mengutip laman Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jumat (14/2/2025), pemberlakukan tarif Rp 0,00 atau tidak dikenakan tiket masuk pengunjung dimungkinkan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor: P.38/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Kegiatan Tertentu Pengenaan Tarif Rp 0,00 (Nol Rupiah) di Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Alam.
“Berdasarkan peraturan Menteri Kehutanan tersebut, kegiatan ibadah/keagamaan termasuk kegiatan religi dapat dikenakan tarif Rp 0,00 (nol rupiah).”
“Oleh karena itu, tarif Rp 0,00 (nol rupiah) dapat diberlakukan bagi umat Hindu yang akan melaksanakan kegiatan sembahyang di Pura Luhur Giri Salaka,” jelas Agus Setyabudi Kepala TN Alas Purwo.
Ketentuan tersebut, lanjut Agus, dapat dilakukan setelah umat Hindu yang akan beribadah mendapat Surat Ijin Masuk Kawasan Konservai (SIMAKSI).
Permohonan izin masuk kawasan dapat dilakukan dengan adanya penanggungjawab dari masyarakat lokal atau masyarakat sekitar kawasan (pengelola Pura Luhur Giri Salaka).
Diterangkannya, SIMAKSI bagi umat Hindu yang akan beribadah di pura dilakukan dengan mengisi form permohonan kegiatan religi secara langsung di loket pintu masuk TNAP.
“Formnya sudah kami sediakan. Nanti yang datang tinggal mengisi saja,” ujarnya.
Pemberlakuan tarif Rp 0,00 untuk tiket masuk pengunjung, lanjut Agus hanya berlaku untuk kegiatan ibadah yang berlangsung di Pura Luhur Giri Salaka.
Sedangkan untuk kendaraan yang digunakan tetap dikenakan tiket masuk kendaraan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Sementara tiket masuk bagi pengunjung biasa akan ada kenaikan berdasarkan kelas. Dari yang semula Rp 5 ribu di hari kerja menjadi Rp 20 ribu. Hari libur yang Rp 7 ribu menjadi Rp 30 ribu sekarang,” imbuhnya. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)