MALANG POST – Di awal tahun 2025 ini, muncul kabar mengejutkan di beberapa daerah. Lantaran beberapa sapi dilaporkan mati mendadak.
Itu akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Penyakit ini, memicu kekhawatiran akan penyebaran yang lebih luas.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) bekerja sama dengan Asosiasi Peternak dan Penggemuk Sapi Indonesia (APPSI) memperkuat edukasi pencegahan penyakit mulut dan kuku (PMK) di Kabupaten Lampung Tengah.
“Kami mendorong peternak untuk segera melaporkan gejala PMK yang terdeteksi pada ternak. Sehingga penanganan dapat dilakukan secara cepat dan tepat,” ujar Kepala Balai Veteriner Lampung Suryantana berdasarkan keterangan tertulis di Bandarlampung, Selasa.
Ia menekankan pentingnya biosekuriti, vaksinasi dan pelaporan dini sebagai langkah utama dalam meminimalkan dampak wabah.
Sementara itu, Dyah Ayu Oktavianie, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, menyebut wabah ini sebagai alarm serius yang memerlukan tindakan segera.
“Virus PMK ini bukan masalah kecil. Penyebarannya bisa melalui udara, kontak langsung antar hewan, atau bahkan alat transportasi. Jika tidak dikendalikan, kerugiannya bisa sangat besar,” imbuhnya
PMK adalah penyakit virus yang menyerang hewan berkuku belah seperti sapi, kambing, babi, hingga rusa. Gejalanya meliputi lepuh pada mulut dan kuku, demam tinggi, serta penurunan nafsu makan.
Penyakit ini menyebabkan ternak kehilangan produktivitas secara drastis bahkan hingga kematian. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah kecepatan penyebarannya.
“Virus PMK dapat menular hingga radius 10 kilometer melalui angin. Bayangkan jika satu kasus saja tidak terdeteksi, seluruh wilayah bisa terdampak,” tegas Dyah.
Dyah menekankan bahwa vaksinasi adalah langkah pencegahan paling efektif untuk membendung penyebaran PMK. Namun, ia mengkritik bahwa program vaksinasi sering kali tidak dilakukan secara kontinyu.
“Vaksinasi bukan hanya solusi sementara. Ini harus jadi program nasional yang berkelanjutan. Tanpa vaksinasi rutin, wabah seperti ini akan terus terjadi,” ujar alumni S3 Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada – Yogyakarta.
Meski begitu, Dyah mengakui bahwa tingkat kesadaran peternak terhadap pentingnya vaksinasi masih rendah. Banyak peternak yang enggan atau terlambat melakukan vaksinasi hingga wabah terjadi.
Dyah memberikan peringatan keras kepada para peternak untuk tidak menunggu.
“Jangan anggap remeh gejala seperti lepuh pada mulut dan kuku ternak. Segera pisahkan hewan yang sakit dan laporkan kepada dokter hewan setempat. Jika terlambat, kerugian bisa meluas,” kata Dyah peneliti di bidang Patologi Veteriner.
Selain vaksinasi, kebersihan kandang dan alat transportasi menjadi perhatian penting.
“Virus ini sangat adaptif. Jangan biarkan lingkungan peternakan menjadi sarang penyebaran. Jaga kebersihan, pisahkan hewan yang sakit, dan lakukan desinfeksi secara rutin,” imbuh Dyah. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)