MALANG POST – Pelaku persetubuhan dan pelecehan di lembaga sosial di Singosari, telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.
Kasus pelecehan seksual itu sendiri, sudah terjadi sejak Januari 2023 dan April 2024. Namun baru dilaporkan beberapa waktu lalu.
“Untuk modus pelaku yang memang sebagai tenaga pengajar ini, meminta muridnya untuk membelikan rokok dan menyuruh mengantar rokok tersebut ke dalam kamar.”
“Lalu si pelaku melancarkan aksinya dan korban tidak berani melawan, karena menganggap pelaku adalah sosok yang harus dihormati,” kata Penyidik Pembantu Satreskrim Polres Malang, Brigadir Polisi Pradika Rendy,” ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk.
Dika juga menegaskan, pihak kepolisian bakal terus mendukung penyelesaian perkara yang berkaitan dengan kelompok rentan. Termasuk meningkatkan pengawasan, baik dari internal dan eksternal. Serta terus menyarankan agar pondok, panti maupun lembaga sosial, bisa menambah kamera CCTV untuk pengawasan.
Terkait dengan dugaan pelecehan seksual di Singosari tersebut, Dinas Sosial Kabupaten Malang, masih melakukan penanganan secara intensif melalui proses hukum. Korban sudah diamankan dan perlu kehati-hatian dalam penanganan, baik korban maupun pelaku.
“Kasusnya juga terus dikonsultasikan ke Dinsos Provinsi Jawa Timur. Pelaku bukan pengurus tapi anak dari pengurus. Sedang lembaga sosial yang terindikasi lokasi pelecehan ini, juga tercatat secara resmi bahkan tertib juga melakukan perpanjangan perizinan,” jelas Kepala Dinas Sosial Kabupaten Malang, Pantjaningsih Sri Redjeki.
Dinsos sendiri, katanya, memiliki tugas khusus dalam melakukan pembinaan maupun memfasilitasi Lembaga Sosial Kesejahteraan Anak (LSKA). Serta melakukan perlindungan khususnya pada anak yang berada dalam situasi rentan.
Hanya saja dalam implementasinya, sebut Sri Redjeki, Dinsos masih mengalami beberapa kendala. Salah satunya yaitu adanya penolakan dari lembaga sosial tersebut. ketika Dinsos ingin memberikan sosialisasi ke anak-anak. Sehingga seringnya Dinsos hanya mampu memberikan bantuan sosial saja.
“Ke depan, penyelenggara harus memiliki kompetensi atau sertifikasi, sebelum membentuk lembaga sosial, agar lebih terjamin keamanan dan kualitasnya,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Prodi Kesejahteraan Sosial FISIP UMM, Fauzik Lendriyono menyampaikan, di Malang masih banyak panti yang hak miliknya adalah masyarakat sekitar dan tidak berbadan hukum.
“Hal itu masih ditambah dengan SDM di panti maupun lembaga sosial tersebut, tidak memiliki sertifikasi pengasuhan atau pengajar untuk anak-anak,” katanya.
Harusnya, tambah Fauzik, setiap pondok maupun lembaga sosial, mampu menciptakan praktik pelayanan secara profesional. Dengan adanya sertifikasi, serta ketegasan aturan penyelenggaraan panti.
Itulah sebabnya, Fauzik menyarankan, terkait langkah yang harus dilakukan untuk meminimalisir dan mengentaskan aksi pelecehan di lembaga sosial. Yaitu dengan aktifnya dinas terkait melakukan preventif, memberikan edukasi agar anak-anak berani melapor. Serta memaksimalkan fungsi pengawasan. (Yolanda Oktaviani/Ra Indrata)