MALANG POST – Wali murid kelas 1 sampai 6 di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Kota Malang, mengeluh dan saling bertanya ke sesama wali murid. Berkaitan dengan adanya penggalian dana lewat pembayaran infaq (SPP).
Kemudian untuk peserta didik baru MIN 1 Kota Malang, pada tahun ajaran baru dikenakan biaya pendidikan yang cukup tinggi. Yakni Rp9,2 juta.
“Belum lagi, penggalangan dana selesai giat pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB). Kami sebagai wali murid di MIN 1 Kota Malang, tahun ini (2024), dikenai Rp9,2 juta dan infaq perbulannya Rp350 ribu,” jelas TA di sosmed, Minggu (10/11/2024).
Wali murid lainnya, yakni AI, menambahkan untuk putranya saat mendaftar, biaya pendidikannya sudah Rp7,5 juta.
“Bisa jadi setelah anakku, ada kenaikan biaya pendidikannya kisaran Rp8,5 juta dan infaq perbulannya Rp 300 ribu.”
“Bagi yang mampu, mungkin tidak masalah. Tapi bagi orang yang pas-pasan, pasti merasa keberatan. Tapi mau gimana lagi, sudah ditentukan dan menjadi kesepakatan kita bersama dalam rapat pertemuan, setelah anak kami keterima sebagai siswa kelas 1,” tutur AI juga di sosmed.
Mendapatkan protes tersebut, Sekretaris Komite MIN 1 Kota Malang, Amalia didampingi Hadi, anggota Komite lainnya, menyangkal adanya pungutan di lingkungan madrasah tersebut.
Dalihnya, yang mereka terima adalah sumbangan, yang didasarkan pada kesepakatan bersama dengan wali murid.
“Berita acaranya pun ada.Kami melakukan sudah sesuai petunjuk teknis (juknis) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag RI,” jelas Amelia.
Pun dengan infaq bulanan, termasuk infaq yang hanya sekali saat siswa diterima lewat PPDB, juga disebut bukan pungutan. Melainkan sumbangan berdasarkan kesepakatan bersama.
“Infaq bulanan itu dikembalikan ke siswa lagi. Sedang infaq satu kali selepas PPDB, untuk menunjang kepentingan program-program sekolah. Meningkatkan kualitas pendidikan madrasah lebih bersaing dan berprestasi,” jawab Amelia.
Disinggung nilai BOS (Biaya Operasional Siswa) per siswa di MIN 1 Kota Malang, yang tercatat di daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA), sayangnya Amelia tidak bisa menyebutkan. Dengan alasan tidak hafal angkanya secara pasti.
Alasannya, untuk MIN 1 Kota Malang, DIPA-nya menjadi satu dengan DIPA Kemenag Kota Malang. Beda halnya dengan DIPA MTsN dan MAN, karena sudah merupakan satuan kerja (satker) sendiri.
“Kami di sini dalam PPDB kemarin, menerima siswa baru sebanyak 254 anak. Tapi mengenai jumlah total infaq satu kali, maupun per bulan totalnya berapa, kami tidak paham,” pungkasnya.
Sayangnya, saat Malang Post mencoba meminta penjelasan terhadap Kasi Pendidikan Madrasah (Pendma) Kemenag Kota Malang, Abdul Mughni, tidak berhasil didapatkan.
Saat dikonfirmasi melalui ponselnya, Abdul Mughni, tidak mau memberikan tanggapan. Dengan dalih, masih melaksanakan giat monitoring hingga sore hari. (Iwan Irawan – Ra Indrata)
Anak saya cuma bayar 7jt aja.
Madrasah tempat untuk belajar bukan tempat memeras apalagi sekolahmu negri yg selalu dapat bantuan dana dari pemerintah. Semoga balasan akhiratmu setimpal dan lebih pedih karena nikmatin harta perasan. Amin2 Ya Rabb.
Tolong klo bisa d ungkap. Krn sama-sama sekolah negeri kenapa bisa bayar uang gedung dan infak sebesar itu
Iya heran sy, sudah ada bantuan dana bos kok masih minta sumbangan yg besar ke wali murid, apkh dana bos itu tidak cukup atau minimal untuk meringankan biaya sekolah, ini kok masih tinggi angka penarikan ke wali murid? skrg sekolah pandai, berdalih sudah ada kesepakatan bersama dan sudah ada berita acaranya, yg kasihan ini wali murid yg kalah suara dgn wali murid yg sepakat, jadi mau tidak mau, terpaksa sepakat dgn besar sumbangan yg disepakati waktu rapat, mau bilang tidak sepakat, orang tua malu, Krn yg lain banyak yg bilang sepakat. Dari jaman dahulu yg namanya sumbangan itu suka rela atau sesuai kemampuan keuangan org nya. Tapi skrg tidak, di sama ratakan besarnya, tapi dikatakan sebagai dana iuran sekolah tidak mau. Aneh jaman skrg. Iuran diganti bahasa nya agar halus dgn kata sumbangan, tapi sifatnya dalam tanda kutip memaksa bagi wali murid yg tidak mampu.mohon di evaluasi lagi kpd yg terhormat BPK menteri pendidikan dan BPK menteri agama. Mungkin dana BOS nya kurang nya, mohon di tambahi
Mau bermutu dan mau berkembang ya harus ada dana, bandingkan dengan sekolah yang gratis tanpa SPP, prestasi dan mutunya apa sama dengan yang ada SPPnya?
Lihat juga lulusan dari sekolah yg gratis dan sekolah yg ada SPPnya bagusan mana outputnya?
Maaf sekedar menerangkan keadaan yg selama ini dan itulah faktanya