MALANG POST – Perjuangan kepala desa se Kota Batu untuk menurunkan tarif retribusi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), akhirnya gagal akibat tidak mampu melobi pihak eksekutif maupun legislatif.
Seperti diketahui, kenaikan PBB Kota Batu meroket hingga 700 persen. Hal ini memberatkan warga dan mereka wadul ke kepala desa.
Kepala desa di Kota Batu yang tergabung Asosiasi Petinggi dan Lurah (APEL) Batu berupaya ‘menawar’ kenaikan itu ke pihak eksekutif maupun legislatif.
Para petinggi desa juga sudah melakukan pertemuan dengan Bapenda Kota Batu, rapat dengar pendapat bersama wakil rakyat. Namun tidak berhasil alias gagal turun.
Endingnya, 19 kepala desa kompak meminta maaf kepada warga masyarakat.
Ketua APEL Batu, Wiweko mengaku sudah melakukan klarifikasi kenaikan PBB ke Bapenda. Kebijakan ini dikhawatirkan memunculkan persepsi buruk publik.
“Kami sudah memperjuangkan kemauan bersama seluruh kepala desa yang ada di Kota Batu, supaya PBB tidak ada kenaikan. Tetapi kebijakan Pemerintah Kota Batu tidak bisa diubah lagi,” terang Kepala Desa Oro-oro Ombo ini lewat selulernya, Rabu (11/6/2024).
Karena itu 19 kepala desa yang ada di Kota Batu meminta maaf kepada masyarakat secara bersamaan lewat video pendek.
“Kami minta maaf kepada masyarakat. Ini kami sampaikan lewat video pendek yang disebarkan lewat media sosial WhatsApp,” kata Wiweko.
Kenaikan PBB sebenarnya tak hanya terjadi di tahun 2024 . Pada tahun 2023 lalu juga terjadi kenaikan tarif pajak. Namun menurut Wiweko nilai kenaikan tidak besar
“Sebenarnya, dari pihak Bapenda Kota Batu juga sudah memberikan solusi untuk menurunkan nilai PBB, tetapi dengan persyaratan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari warga,” jelas Wiweko
Namun persyaratan itu tidak sesuai dengan keinginan para kepala desa yang berharap nilai PBB turun merata
“Kalau menggunakan persyaratan SKTM, berapa ribu surat yang dikeluarkan. Apalagi, waktunya pun juga sangat mendesak. Jelas ini tidak disetujui seluruh kepala desa,” imbuhnya.
Dengan kenaikan pajak yang sangat signifikan tersebut, ia khawatir warga masyarakat Kota Batu tidak mampu bayar PBB dan menjual tanahnya ke pihak lain atau orang luar Kota Batu.
“Masa kami sebagai orang Kota Batu asli, harus menjadi tamu di negeri sendiri. Karena tidak kuat bayar pajak,” tuturnya.
Sementara itu Kepala Bapenda Kota Batu, M Nur Adhim menyampaikan, naiknya tarif PBB disebabkan adanya perubahan Perda Kota Batu Nomor 4 Tahun 2024, tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
“Dengan adanya perubahan Perda itu, sehingga pengenaan tarifnya juga ada perubahan,” jelas Adhin.
Dijelaskan, di perda sebelumnya ada dua tarif yang berlaku. Yakni Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikalikan 0,02 untuk NJOP Rp0 hingga Rp4 miliar. Kemudian NJOP Rp4 miliar ke atas dikalikan 0,04.
“Sekarang ada Perda baru dan ada perubahan tarif. Yakni tarif maksimal 0,08, sehingga terjadi klasifikasi NJOP yang mengalami kenaikan, dimana ada yang naik 100 persen. Kemudian di sisi pengali atau NJOP, begitu ada penyesuaian pasti tarif pajak juga akan berbeda. Ini lah yang dibingungkan masyarakat karena naiknya banyak,” tutupnya.(Ananto Wibowo)