MALANG POST – Ceplas-ceplas!. Bunyi cambuk menggampar aspal. Bersautan dengan bunyi kendang, gong dan alat musik tradisional lain. Mengiringi semaraknya perhelatan Bantengan Nuswantara Trace Festival, Minggu (4/8/2024).
Ribuan seniman Bantengan, berhasil membuat rute mulai kawasan Alun-alun hingga Jalan Panglima Sudirman, Kota Batu lebih magis. Banyak peserta Bantengan yang ‘ndadi’ alias kesurupan. Semerbak wangi bau kemenyan membuat suasana jadi lebih sakral.
Puluhan ribu masyarakat dan wisatawan tumpah ruah di sepanjang rute itu. Mereka nampak sangat antusias menyaksikan perhelatan ini. Para seniman beraksi layaknya banteng yang sedang mengamuk dengan mengenakan atribut topeng kepala banteng.
Kepala Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu, Arief As Siddiq menyatakan, event kali ini merupakan parade Bantengan Nuswantara ke 16. Kegiatan ini adalah sebuah bentuk event tradisi budaya di Kota Batu.
“Bantengan merupakan salah satu kesenian warisan budaya tak benda di Kota Batu. Kota Batu punya dua warisan budaya tak benda, yakni Bantengan dan Jaran Kepang. Keduanya sudah diakui Kemendikbud-ristek RI,” tutur Arief.
Karena sudah diakui menjadi aset dan warisan budaya Kota Batu. Disparta Kota Batu akan terus mengembangkan dan memfasilitasi berbagai kegiatan Bantengan.
“Ini kami lakukan supaya Bantengan ini terus eksis dan berkembang. Salah satu bentuk fasilitasi yang kami lakukan, adalah menampilkan kesenian Bantengan di acara-acara pemerintahan,” tuturnya.
CEPLAS-CEPLAS: Ayunan cambuk yang dilakukan Seniman Bantengan menggampar aspal menimbulkan bunyi cepal-ceplas. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Parade Bantengan Nuswantara rutin digelar di Kota Batu setiap tahun di bulan Agustus. Dengan adanya kegiatan itu, Pemkot Batu sangat mengapresiasi dan berterimakasih kepada seluruh komunitas Bantengan Nuswantara.
“Kami akan mendukung penuh dan membantu kelancaran pelaksanaannya. Sehingga parade ini sukses dan menjadi ikon wisata budaya di Kota Batu,” tuturnya.
“Ini komitmen besar kita. Untuk menjadikan Kota Batu sebagai Kota Wisata Budaya,” imbuhnya.
Ketua Bantengan Nuswantara, Agus Riyanto menyampaikan, Bantengan Nuswantara ke 16 ini merupakan acara tahunan yang harus terus dilaksanakan, guna melestarikan budaya nuswantara. Total ada sekitar 200 kelompok Bantengan yang turut andil didalamnya.
“Sekitar 200 kelompok Bantengan ikuti event ini. Dengan jumlah peserta tersebut, berkaca di event sebelumnya tembus sampai jam 12.00 WIB malam,” ungkapnya.
Pada pagelaran kali ini, para peserta yang ikut berasal dari Komunitas Bantengan se Jawa Timur. Mulai Surabaya, Ponorogo, Jombang, Malang Raya, Blitar, Kediri dan berbagai daerah lain.
“Selain diikuti berbagai daerah di Jawa Timur. Kegiatan ini juga diikuti sejumlah seniman internasional. Total ada delapan negara. Diantaranya Malaysia, Jepang, India, Australia, Columbia, Amerika, New Zealand dan beberapa negara lain,” beber Agus.
Dia mengungkapkan, seniman Bantengan dari berbagai negara tersebut. Sudah menjadi anggota Bantengan Nuswantara sejak Tahun 2009. Mereka selalu bergantian datang ketika ada event Bantengan di salah satu negara itu.
“Teman-teman Bantengan Internasional cukup baik. Kami terus intens berkomunikasi dan bersilaturahmi sampai ke mancanegara,” katanya.
BERAKSI: Seniman Bantengan saat beraksi dihadapan puluhan ribu masyarakat Kota Batu dan wisatawan dalam kegiatan parade Bantengan Nuswantara. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Sementara itu, salah satu peserta dari Kelompok Bantengan Pecut Samandiman Blitar, Rafael Pito Wahyu menambahkan, dalam event kali ini, kelompoknya membawa sekitar 20 orang seniman Bantengan. Dia berangkat dari Blitar pukul 02.00 WIB dan tiba di Kota Batu pukul 05.00 WIB.
“Kami jauh-jauh dari Blitar ke Kota Batu karena ingin bertemu para pencinta budaya, khususnya Bantengan. Dimana sesama pencinta seni harus sama-sama bisa sengkuyung, guyub rukun dan membangun persaudaraan,” tutur pria 21 tahun ini.
Oleh sebab itu, ketika di Blitar ada kegiatan Bantengan. Pihaknya mempersilahkan seniman Bantengan di Kota Batu dan Malang Raya untuk turut serta meramaikan.
Ini merupakan kali kedua Pecut Samandiman Blitar tampil di kegiatan Bantengan Nuswantara. Kelompok kesenian Bantengan itu, telah berdiri sejak tahun 2019 lalu.
Pito menambahkan, terdapat perbedaan cerita antara kesenian Bantengan di Malang Raya dan kawasan Blitar – Kediri. Dia menyebutkan, di Blitar dan Kediri, Bantengan cenderung mewujudkan seorang lembu suro.
“Di Malang Raya ini murni Bantengan, yang diwujudkan banteng berupa hewan alas dan dimainkan dua orang. Sedangkan di tempat kami hanya satu orang dan kepala bantengnya dijunjung diatas kepala. Nah inilah yang melambangkan lembu suro,” jelasnya.
Sebelum ikut dalam kegiatan Bantengan Nuswantara ini, pihaknya telah melakukan sejumlah persiapan. Karena di titik finish setiap peserta diberikan waktu untuk menampilkan aksinya.
“Kami tampilkan ciri khas kami. Pecut Samandiman Blitar akan menampilkan macan lodoyo yang bertarung dengan pecut,” tutupnya. (Adv/Ananto Wibowo)