Oleh: Ganis Rumpoko
Sepertinya saya perlu kembali menulis panjang, supaya kita yang hidup bisa terus berjalan.
Papa meninggal. Jujur ini pengalaman saya mengurus keluarga yang meninggal.
Saya yang jauh dari paham agama ini, benar-benar bingung apa yang harus dilakukan.
Lepas papa dimakamkan, polemik baru tentang tempat pemakaman papa berhembus.
Waktu itu tentu saya hanya sekedar dengar-dengar saja karena jujur kondisi sedang ribet-ribetnya. Masa kampanye yang tinggal sedikit, pun di rumah tamu yang takziah masih belum henti-henti.
Tapi di dalam hati, secara pribadi, benar-benar pribadi ya (tidak mewakili keluarga saya yang lain), saya memang dari dulu ingin keluarga kami punya pemakaman keluarga sendiri.
Alasannya sederhana saja, saya yang katanya dari generasi milenial ini saya sudah jarang sekali pergi ke makam leluhur dengan berbagai macam alasan seperti kesibukan dan lokasi yang berbeda-beda.
Lalu bagaimana dengan genarasi anak-anak saya atau bahkan cucu saya yang mungkin kondisi adat budayanya sudah jauh berbeda dengan kita hari ini?
Memakamkan para leluhurnya di satu tempat, saya rasa menjadi solusi agar anak cucu kami tidak perlu repot-repot saat akan ziarah.
Sehingga Ketika diminta memindahkan makam papa, saya dan mama benar-benar tidak keberatan.
Namun, tentu saja kami perlu waktu untuk proses tersebut untuk menyiapkan segala sesuatunya.
Selama beberapa waktu, kami berkomunikasi dengan dinas sosial, dinas Kesehatan, dengan MUI dan dengan semua pihak yang mengerti secara adat.
Tentu saja bukan proses yang pendek karena kita ingin semua dilakukan secara aman untuk semua dan sesuai dengan prosedur.
Hingga akhirnya didapat malam Jumat awal bulan Agustus sebagai hari baik pemindahan dan harus dilakukan di malam hari.
Seperti yang sudah saya tulis di atas, saya tidak paham urusan ini, jadi saya mengikuti saja saran dari mereka yang lebih tahu.
Saya banyak mendapat pesan dari rekan-rekan papa yang kecewa karena tidak diberi tahu tentang rencana pemindahan ini.
Pemindahan ini memerlukan tenaga dan fokus yang besar untuk tim yang melakukan, sehingga kami tidak ingin ramai-ramai yang mana bisa mengganggu konsentrasi tim yang sedang melakukan tugasnya.
Saya pribadi didampingi suami saya, malam itu hadir sebagai perwakilan keluarga.
Mungkin banyak yang membaca di berita yang menuliskan wangi harum di jenasah almarhum papa.
Jujur malam itu, memang saya tidak mencium bau busuk sedikit pun dan yang aneh ketika saya melihat jenasah papa yang masih utuh dan tiba-tiba saya merasa sangat bahagia.
Semua tim yang mengangkat dan memakamkan jenasah juga tampak bahagia. “Bagus, Mbak! Bapak orang baik!” ujar mereka.
Dengan segala kerendahan hati, kami memohon maaf jika banyak rekan yang tidak bisa turut hadir saat pemindahan makam tersebut.
Sungguh pemindahan ini bukan suatu yang dipaksakan sehingga terkesan tiba-tiba, tapi kami dari keluarga sudah mempersiapkannya dengan matang.
Almarhum papa, Eddy Rumpoko, saat ini sudah beristirahat dengan tenang di pemakamannya yang terletak menghadap Gunung Panderman, pemandangan favoritnya.
Rekan-rekan yang ingin berziarah bisa mencarinya di google map dengankata kunci “ER Memorium Park”.
Lahan yang cukup luas itu nantinya juga akan diperuntukan untuk balai kegiatan warga dan segala hal bermanfaat lainnya yang memang menjadi cirikhas almarhum. (***)
Anak yg bijaksana…. Teman Papa.
Anak yg bijaksana…. Teman masa kuliah Papa
Ya Allah ananda Genis smg menjadi anak sholeha …insyaaAllah papa ditempatkan di surga terindah…
Alfatihah tuk papa
Alfatihah kagem Bpk Edy Rumpoko
Beliau sosok yg sangat baik banyak meninggalkan manfaat bagi warga kota Batu
Semoga keluarga di beri kesabaran dan kekuatan lahir dan batin
Sukses selalu