MALANG POST – Revisi Undang Undang (RUU) Penyiaran, yang saat ini sedang digodok di DPR RI, bukan lagi dianggap sebuah revisi. Melainkan lebih tepatnya membatasi kinerja pers.
Karena itulah, insan pers di Malang Raya, menolak dengan tegas soal RUU Penyiaran, yang dinilai menyentuh terlalu jauh ranah jurnalistik.
Penegasan itu disampaikan Bidang Advokasi AJI Malang, Muhammad Prasetyo Lanang, ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Senin (20/5/2024).
Beberapa poin yang ditolak, jelasnya, seperti pasal 50 B ayat 2, tentang pelarangan jurnalistik investigasi. Termasuk juga soal isi siaran tentang pencemaran nama baik, yang dinilai multitafsir.
Kemudian ada poin lainnya yang ditolak. Seperti penyelesaian sengketa jurnalistik, yang seharusnya ada pada Dewan Pers. Tetapi di RUU tersebut, akan dialihkan menjadi kewenangan KPI.
“Sebenarnya, pada dasarnya kami setuju saja kalau memang dalam revisi undang undang penyiaran itu, mengikuti perkembangan zaman penyiaran. Tapi tentunya tidak sampai sejauh itu,” katanya.
Dekan FISIP UB, Prof. Anang Sudjoko juga mengaku kaget setelah membaca RUU Penyiaran, yang didalamnya terlalu jauh mengatur aktivitas jurnalistik.
Padahal jurnalistik investigasi itu, memiliki kasta yang tinggi. Karena untuk menghadirkannya pada publik butuh effort luar biasa.
“Jika ini semua dibiarkan, maka konsekuensinya bisa menenggelamkan jurnalistik investigasi. Sehingga masyarakat hanya dapat info permukaan saja, tanpa adanya kontrol dan rezim bisa sangat bebas melakukan apapun,” katanya.
Prof. Anang menambahkan, saat ini memang perkembangan teknologi digital sangat luar biasa. Sehingga jangkauannya bahkan juga tak terbatas. Maka dari itu, perlu adanya penyesuaian aturan aturan.
“Tapi kalau RUU ini sudah terlalu jauh. Sangat disayangkan jika itu sampai terjadi. Karena dalam RUU itu ada upaya untuk mengkriminalisasikan pers,” tegasnya.
Sementara itu Ketua KPID Jatim, Immanuel Yosua, masih belum mau memberikan komentar yang terlalu jauh. Apalasannya, RUU itu masih berupa draft di internal bahan rapat badan legislasi.
“Jadi ini sama halnya dengan kebocoran data internal dan hal ini dinilai sudah biasa terjadi di Indonesia,” sebutnya.
Meski begitu, Yosua mengakui kondisi psikologis masyarakat dan pers tentu berdampak dengan adanya isu ini.
Yosua berharap, RUU Penyiaran segera disahkan di periode DPR RI yang sekarang, karena kalau harus mundur lagi akan semakin molor seperti sebelum sebelumnya.
Mengingat sekarang media terus berkembang, sehingga perlu ada kepastian hukum. (Wulan Indriyani – Ra Indrata)