Malang Post – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batu menggelar rapat koordinasi (rakor) capaian Pajak Air Tanah (PAT) dengan pengurus Hippam se Kota Batu. Ini dilakukan menyusul adanya penyesuaian PAT. Dari PAT awal 15 persen turun jadi 5 persen.
“Kebetulan ada penurunan tarif PAT. Tapi begitu dilaksanakan, pajaknya jadi tinggi. Sehingga timbul keluhan dari pengurus Hippam Kota Batu,” papar Kepala Bapenda Kota Batu, M Nur Adhim.
Dia memaparkan, anomali itu terjadi karena adanya ketentuan dari Pemprov Jatim. Untuk menentukan PAT, ternyata harus dikalikan dengan harga dasar air. Sehingga PAT jadi lebih besar dari sebelumnya, meski ada penurunan besaran PAT.
“Harga dasar air ini tinggi. Jadi meskipun pengalinya kecil, maka besaran pajak yang keluar tetap tinggi. Ketentuan ini sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim Nomor 2 tahun 2022,” jelasnya.
Dari peraturan tersebut, diketahui kenaikan PAT mencapai 1.000 persen. Hippam yang biasanya membayar pajak Rp700 ribu per bulan, kini harus membayar pajak sebesar Rp7 juta.
“Dari pertemuan ini, kami berikan solusi mereka mampunya bayar pajak berapa. Karena Hippam ini bukan sebuah badan lembaga provit. Tapi lebih kepada kepentingan masyarakat dan sosial. Uang hasil iuran akan berputar di masyarakat, dengan besaran iuran yang tidak terlalu besar,” papar Adhim.
Dia menyarankan, para pengurus Hippam untuk segera membuat perencanaan. Menghitung debit air yang keluar serta menghitung pendapatan yang masuk. Lalu membuat surat keberatan pembayaran pajak, dengan menyesuaikan kemampuan masing-masing.
“Kami tunggu suratnya. Silahkan Hippam melaporkan rata-rata pengeluaran debit air berapa setiap bulannya. Dengan menyesuaikan kekuatan pembayaran pajak. Setelah itu kami akan menentukan besaran pajaknya,” jelasnya.
Sementara itu, Pengurus Hippam Desa Pesanggrahan, Abdul Muntolib menyampaikan, permasalahan awal karena adanya kenaikan PAT yang terlalu tinggi. Padahal ada penurunan PAT dari 15 persen jadi 5 persen.
“Meski ada penurunan tersebut, tapi hitungan real di lapangan malah naik 1.000 persen. Contohnya di tempat saya, pajak awal Rp78 ribu per bulan. Sekarang menjadi Rp780 ribu per bulan,” urainya.
Pihaknya terkejut dan keberatan dengan adanya kenaikan yang cukup signifikan itu. Sebab biaya operasional Hippam akan habis digunakan untuk membayar pajak.
“Hippam juga perlu biaya operasional untuk perawatan, perbaikan dan lain sebagainya. Apalagi tidak semuanya pelanggan Hippam bayar iuran. Seperti tempat ibadah dan janda tidak kami kenakan iuran. Tetapi hitungan Bapenda dipukul rata,” ujar dia.
Lebih lanjut, Tolib juga menyampaikan, di Hippam yang dikelolanya melayani sekitar 500 KK. Dengan besaran iuran per bulan sekitar Rp10 – Rp15 ribu untuk satu KK.
“Dari solusi yang diberikan Bappenda Kota Batu, maka kami akan melakukan penyesuaian. Misalkan pendapatan kami Rp5 juta per bulan, kami akan melakukan penyesuaian untuk besaran yang dimasukkan pajak. Ini dilakukan guna mensiasati pengurangan pajak agar tidak terlalu tinggi,” jelas Tolib.
Disisi lain, dia juga menyampaikan, belum ada kenaikan tarif Hippam setelah adanya kenaikan PAT. Selain itu pihaknya juga akan mempelajari kembali terkait pajak air permukaan. Sebab rata-rata Hippam di Kota Batu menggunakan air permukaan, bukan air tanah.
“Air permukaan itu seperti sumber mata air. Disini kami tidak menggunakan sumur bor, sehingga seharusnya tidak dikenakan PAT. Kami akan pelajari dulu, apakah air permukaan ada pajaknya tidak,” tutupnya. (Ananto Wibowo)