Malang Post – Perayaan tahun baru Imlek 2575 Kongzili jatuh pada Sabtu, (10/2/2024). Perayaan Imlek tahun 2024 bertepatan dengan Shio Naga Kayu. Tanggal tahun baru Imlek ditentukan penanggalan Cina. Tanggal berubah setiap tahun, tapi uniknya selalu jatuh di salah satu tanggal periode 21 Januari hingga 20 Februari.
Di Kota Batu, momen tahunan itu disambut dengan penuh sukacita. Diawali dengan melakukan bersih-bersih Klenteng Kwan Im Tong. Jemaat Klenteng melakukan bersih-bersih rupang, altar dan patung-patung dewa.
Pengurus Kelenteng Kwan Im Tong Kota Batu, Handy Wijaya menyatakan, sebelum benda-benda tersebut dibersihkan. Malam sebelumnya telah dilakukan persembahyangan terlebih dahulu. Ini dilakukan bertujuan untuk meminta izin kepada para dewa.
“Kemudian saat proses pembersihan, juga tidak boleh dilakukan dengan sembrono,” tutur Handy, Kamis, (8/2/2024).
Dia juga menjelaskan, sebenarnya Imlek bukanlah hari besar keagamaan. Sehingga setiap orang Tionghoa apapun agamanya, boleh merayakan Imlek. Bahkan perayaan Imlek juga tidak harus di Klenteng.
“Mereka mau merayakan di Gereja silakan. Bahkan di Masjid bagi yang muslim juga tidak apa-apa,” tuturnya.
Handy mengungkapkan, rata-rata jemaat merayakan Imlek di kediaman masing-masing. Meski begitu, sebagai umat yang punya keyakinan, saat momen tahun baru Imlek, jika tidak sembahyang sesuai keyakinan rasanya kurang mantab.
“Sekali lagi, Imlek bukan hari besar keagamaan. Bukan juga hari besar Klenteng. Aslinya sejarah Imlek itu menyambut masuknya musim semi atau musim tanam. Budaya ini sudah berjalan sejak 4.500 tahun lalu,” tuturnya.
BERSIH-BERSIH: Petugas kebersihan di Klenteng Kwan Im Tong Kota Batu saat melakukan bersih-bersih Klenteng jelang perayaan Imlek 2575 Kongzili. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Sedangkan jika menganut kalender Imlek 2575 Kongzili, kata Handy, hal tersebut mengikuti kelahiran Konghucu. Kemudian untuk sejarah berdirinya sebuah Klenteng, juga bukan berdasarkan sebuah aliran atau ajaran.
“Jadi Klenteng ini didirikan murni dari tradisi dan budaya orang Tionghoa. Untuk menyembahyangi para leluhur yang sudah mencapai tingkat pencerahan atau tingkat dewa,” tuturnya.
Dia menceritakan, berdirinya sebuah Klenteng berawal ketika orang Tionghoa dari Tiongkok menyebar ke seluruh dunia. Saat menyebar itu, warga ada yang membawa patung dewa, namun ada yang tidak membawa.
“Kemudian setelah tiba di tempat tujuan, mereka yang membawa patung dewa bisa melakukan sembahyang. Tapi yang tidak bawa patung dewa, mereka akan ikut bersembahyang bersama. Kemudian jadi tempat umum dan jadilah Klenteng,” paparnya.
Untuk Klenteng Kwan Im Tong Kota Batu sendiri, Handy mengungkapkan, jika usianya sudah lebih dari 100 tahun. Klenteng tersebut awalnya hanya berbentuk seperti rumah tinggal biasa. Bahkan hingga saat ini, arsitektur Klenteng tersebut masih sama dan tidak banyak berubah.
Disisi lain, di tahun Naga Kayu ini, dia berharap kondisi masyarakat bisa semakin membaik, sejahtera, makmur dan damai. Terlebih saat ini juga menjelang pemilu. Sehingga masyarakat bisa menjalani kehidupan dengan tenang dan kondusif.
“Jika berbicara tahun Naga Kayu, Naga itu merupakan simbol keperkasaan, kekuatan dan keyakinan. Sehingga Naga Kayu sendiri bisa diartikan kemakmuran. Tapi jika berbicara tentang nasib, tergantung masing-masing orangnya. Kalau orang Jawa bilang tergantung wetonnya,” papar dia.
Handy juga membeberkan, jemaat di Klenteng Kwan Im Tong sendiri sekitar 50 orang. Meski begitu, saat momen Imlek nanti diprediksi jumlah jemaat akan bertambah. Ini menyusul Kota Batu sebagai kota wisata.
“Biasanya saat mereka berlibur ke Kota Batu, sekalian sembahyang di Klenteng ini. Wisatawan yang paling banyak biasanya dari Jakarta, Palembang dan Surabaya. Diperkirakan saat hari H Imlek nanti, akan ada 100 lebih jemaat yang datang ke Klenteng ini,” tutupnya. (Ananto Wibowo)