Malang Post – Ada empat orang meninggal dunia akibat penyakit kusta di Kota Batu. Empat orang itu meninggal pada periode tahun 2020-2023. Rinciannya dua orang meninggal di tahun 2021 dan dua orang meninggal di tahun 2022. Keempat korban tersebut, kena kasus kusta tipe MB.
Secara keseluruhan, di periode tahun 2020-2023 ada 10 orang kena kusta di Kota Apel. Rinciannya dua orang kena kusta tipe MB pada tahun 2020, tiga orang kena kusta tipe MB di tahun 2021, tiga orang kena kusta dengan tipe sama di tahun 2022 dan dua orang kena kusta dengan tipe MB dan PB di tahun 2023.
Kusta disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium lepra) yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Kusta yang merupakan penyakit menular, menahun terbagi menjadi 2 jenis yaitu kusta kering (Pausi Basiler: PB/kuman sedikit) dan kusta basah (Multi Basiler: MB/kuman banyak).
Kabid Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penanganan Bencana, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu, dr Susana Indahwati menyatakan, kusta merupakan penyakit menular yang tidak mudah menular. Meski demikian, Dinkes Kota Batu tetap berusaha melakukan upaya deteksi dini.
“Deteksi dini kami lakukan melalui kerjasama penemuan kasus dengan dokter spesialis kulit, di seluruh RS di Kota Batu. Selain itu juga dilakukan edukasi card sign kusta. Didalamnya meliputi bercak kulit mati rasa, penebalan syaraf disertai gangguan fungsi serta hasil pemeriksaan skin smear positif kepada masyarakat,” papar Susan, Senin, (29/1/2024).
Penularan kusta dapat terjadi karena penderita kusta yang tidak diobati kepada orang lain, yang melakukan kontak lama dengan penderita. Biasanya pada orang yang tinggal serumah atau tetangga dekat melalui pernapasan atau udara.
“Tidak semua orang serta merta tertular kusta begitu kontak dengan penderita. Secara statistik hanya 5 persen saja yang akan tertular. Sebagai ilustrasi, jika ada 100 orang, 95 persen di antaranya tetap sehat, 3 persen tertular dan sembuh sendiri tanpa obat, sedangkan 2 persen lainnya menjadi sakit dan perlu pengobatan,” papar Susan.
Dia menjelaskan, penularan kusta dari penderita yang tidak diobati, kepada orang lain yang kontak lama dengan penderita melalui pernapasan. Karena itu, penyakit kusta dapat dikatakan penyakit menular yang sulit menular. Pemeriksaan fungsi syaraf tiap bulan perlu dilakukan sebagai upaya mencegah kecacatan.
“Seluruh Puskesmas di Kota Batu, mampu melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium, untuk diagnosa kusta dengan didampingi Dinas Kesehatan. Pengobatan kusta gratis di seluruh Puskesmas se Kota Batu,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Susan menyampaikan, penyakit kusta merupakan golongan penyakit infeksi bakteri kronis, yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi dan saluran pernapasan. Kusta umumnya dapat ditangani dan jarang menyebabkan kematian.
“Meski begitu, penyakit kusta berisiko menyebabkan cacat. Hal ini membuat pasien kusta berisiko mengalami diskriminasi yang dapat berdampak pada kondisi psikologisnya,” ujar Susan.
Sebagai penyakit kelompok Neglected Desease atau penyakit terabaikan, kusta perlu mendapatkan perhatian khusus. Yakni dengan menyadarkan bahwa kusta adalah penyakit yang disebarkan oleh sejenis bakteri dan dapat disembuhkan. Bukan disebabkan oleh kutukan, guna-guna, makanan atau penyakit keturunan seperti yang masih banyak timbul anggapan di masyarakat.
“Meskipun Kota Batu bukan merupakan daerah endemis kusta, tetapi setiap tahun masih ditemukan 1-3 orang penderita kusta baru. Angka kunjungan wisata ke Kota Batu yang tinggi, serta pengiriman produk pertanian keluar Kota Batu (interaksi penduduk dengan warga berbagai kota.red) menjadi potensi masih bisa munculnya penyakit ini,” tutup Susan. (Ananto Wibowo)