Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, menegaskan, melakukan politik uang (money politic) adalah pilihan. Karenanya, mungkin saja sampai sekarang ada yang memilih jalan itu, untuk memenangkan kontestasi politik.
Meskipun sebenarnya, kata Made, ada pilihan yang lebih baik ketimbang harus money politic. Yaitu dengan investasi politik.
“Tentunya sangat miris, ketika masih ada yang menggunakan money politic, dalam Pemilu 2024 ini. Apalagi untuk anggota legislatif, seharusnya justru ada bonding dengan masyarakat. Sehingga akan sesuai dengan tugasnya, yaitu wakil rakyat,” kata Made, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk.
Itulah sebabnya, belajar dari Pemilu 2019 yang lalu, caleg PDI Perjuangan ini justru melihat, dalam kampanye lebih baik sistemnya door to door. Dibanding buka forum besar, yang justru kurang efektif.
“Tapi meski tanpa money politic, masih ada yang disebut coast politic. Seperti untuk konsumsi atau pembuatan APK,” tandasnya.
Made menambahkan, tanpa adanya politik uang itu, justru membuat lebih tenang. Karena sekalipun tidak terpilih dalam pesta demokrasi, tidak akan rugi banyak.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kota Malang, Mochamad Arifudin menyampaikan, peran masyarakat dalam pengawasan Pemilu sangat diperlukan. Untuk melaporkan jika terjadi money politic.
“Di Bawaslu sendiri, stand by Pojok Pengawas. Tugasnya menerima laporan dari masyarakat. Jika masyarakat melapor, minimal disertai dokumentasi berupa video atau foto, titik lokasi, alat bukti dan waktunya,” jelasnya.
Soal politik uang itu sendiri, Arif mengakui, jika saat ini semakin beragam. Bahkan ada isu yang ramai, yakni politik uang dengan memanfaatkan e-money. Yang dilakukan calon legislatif, untuk kalangan milenial dan Gen-Z.
“Kami tidak kurang-kurang dalam mengedukasi masyarakat, soal bahayanya money politic. Termasuk juga ke partai politik, supaya menggunakan strategi politik dalam Pemilu 2024 kali ini, secara sehat tanpa adanya money politic,” tambahnya.
Sedangkan Ketua Prodi Komunikasi dan Dosen Komunikasi Politik UMM, Nasrullah menyampaikan, Indonesia potensi money politic-nya adalah nomor tiga di dunia.
“Biaya Pemilu di Indonesia mencapai Rp70 Triliun. Tentunya angka ini cukup besar. Tapi bukan berarti money politic diperbolehkan. Dan peluang besar justru di penyelenggaraan yang suaranya dari WNI di luar negeri. Karena pengawasan di luar negeri itu lebih longgar,” tegasnya. (Wulan Indriyani – Ra Indrata)