![](https://malang-post.com/wp-content/uploads/2023/12/disway-1024x576.jpg)
Oleh: Dahlan Iskan
MATI satu belum tumbuh yang baru. Yang akan meninggal itu sendiri terlihat sangat gelisah: “siapa yang akan meneruskan semua ini kalau saya meninggal dunia”.
Dua minggu kemudian ia meninggal dunia beneran. Di RS Mitra Plumbon, Cirebon. Rabu dinihari lalu. Di usia 75 tahun. Ia adalah kiai besar. Sastrawan. Lulusan Mesir, Tunisia, Libya dan London. Anda sudah tahu: beliau adalah BuyaSyakur. Dari Indramayu.
Anak pertamanya baru lulus fakultas kedokteran. Masih koas. Anak satunya lagi masih di madrasah aliyah–setingkat SMA di Tasikmalaya.
Buya memang menikah lagi belakangan. Istrinya yang sekarang, kini berusia 55 tahun.
BuyaSyakur dikenal luas karena pemikirannya yang rasional. Banyak sekali pendapatnya yang kontroversial.
Seandainya tidak ada YouTubeBuyaSyakur hanya akan dikenal oleh kalangan terbatas. Padahal ia diakui sebagai kiai hebat pun oleh tokoh sekelas Gus Dur. “Di Indonesia hanya ada tiga orang yang bisa disebut cendekiawan muslim,” ujar Gus Dur suatu saat. Mereka itu adalah NurcholishMadjid, Quraish Shihab, dan BuyaSyakur. Tentu harusnya ada empat: Gus Dur sendiri yang nomor satu.
Dengan YouTube kini nama BuyaSyakur sering viral. Yang bukan orang Islam pun sering mengikuti videonya. Ia memang seorang prulalis. ”Jangan mimpi akan ada persatuan pun dalam Islam sendiri. Terimalah perbedaan,” katanya di salah satu videonya.
Buya menyebut ahli sunnah pernah membunuh 10.000 orang Islam dari golongan Mu’tazilah. Gara-garanyaMu’tazilah berpendapat Tuhan tidak intervensi dalam perjalanan nasib manusia.
Katakanlah yang non ahli sunnah tidak ada lagi. Syi’ah, Ahmadiyah, Baha’iyah dihabisi. Tinggal ahli sunnah. “Nanti akan bertengkar juga di antara aliran dalam ahli sunnah,” ujarnya.
Baru tahun 1991 Buya kembali ke tanah air. Waktunya habis untuk kuliah. Selama 20 tahun sekolah. Terakhir beliau mengambil gelar doktor di London. Jangan kaget: doktornya di bidang teater. Disertasinya tentang dialog dalam teater. Buya memang seniman. Suka menulis puisi. Sudah dibukukan.
Di kampungnya, Indramayu, Buya mendirikan madrasah. Ia membeli tanah puluhan hektare. Lokasi kampungnya persis di perbatasan antara Indramayu dan kabupaten Cirebon. Di desa Candangpinggan. Persis di pinggir kanan jalan Pantura.
Masih banyak yang ingin dilakukan BuyaSyakur: mendirikan universitas di pesantrennya, mendirikan rumah sakit, dan yang sebenarnya hampir dideklarasikan adalah Forum Kajian Islam Moderat (FKIM). Ada nama-nama besar di dalamnya: KH Ma’ruf Amin, KH YahyaCholilStaquf, KH Said AqilSiroj, BuyaHusein M, HaidarBagir, Prof Komarudin Hidayat, Prof Nasaruddin Umar, Prof Hajam, Prof DediDjubaedi, Prof Suteja, Gus UlilAbsharAbdala, Habib HuseinJa’far Al Hadar, dan banyak lagi. BuyaSyakur yang akan jadi ketua FKIM.
Dan yang akan paling dirindukan pengikutnya adalah acara rutin yang biasa dipimpin oleh Buya sendiri. Misalnya zikir Wamimma di Pantai Tegalagung. Seminggu sekali. Dimulai pukul 24.00 sampai subuh. Benar-benar di pinggir laut.
Lalu ada retretkhalwat 40 hari. Setahun sekali. Di hutan Sukatani. Ada lagi khalwat di bulan puasa. Demikian juga pengajian tafsir quran setiap malam Jumat dan pengajian filsafat tiap Minggu malam.
BuyaSyakur telah pergi. Seperti dalang Seno Nugroho, video-videonya akan hidup terus. Ribuan video sudah diproduksi Wamimma. Gaya bicaranya khas BuyaSyakur–bahasa Indonesia logat Sunda.
Yang juga akan abadi adalah senyum khas BuyaSyakur. Ia tidak pernah terlihat marah. Pun kepada para pengkritik kerasnya.
Hidup tidak ada yang sulit bagi Buya–karena semua perbedaan ia terima dengan lapang dada.(*)