Malang Post – Rahmand Abdiansyah, salah satu disabilitas netra di Rehabilitasi Sosial Bina Netra (RSBN) Malang menyebut, masih banyak disabilitas netra yang belum mengenal braille.
Kegiatan di lingkungan RSBN, tidak hanya untuk belajar braille saja. Tapi juga banyak keterampilan yang ajarkan. Seperti bermusik, karawitan dan pembelajaran dasar massage.
Padahal Kepala UPT Rehabilitasi Sosial Bina Netra (RSBN), Dinsos Provinsi Jatim, Firdaus Sulistijawan menegaskan, braille sendiri menjadi sarana untuk tuna netra bisa berkomunikasi dan akses lainnya.
“Sekarang memang sudah ada teknologi yang bisa membuat teks, diubah menjadi suara. Tapi saat teknologi ada hambatan, tetap kembali ke brille sebagai alat untuk komunikasi. Untuk itu, penting setiap tuna netra mendapatkan pendidikan braille,” katanya saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk.
Firdaus juga menekankan, semua fasilitas umum yang ramah disabilitas, khususnya tuna netra, tidak hanya guide block saja. Tapi petunjuk menggunakan braille, transportasi dan saat ini dari pemerintah, mengupayakan tongkat adaptif yang terhubung dengan ponsel.
“Jadi saat tongkatnya didekatkan pada suatu benda, akan bersuara menjelaskan ada dimana, sampai di depannya itu ada apa,” jelasnya di acara yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM itu.
Firdaus juga menjelaskan, keterampilan braille atau bahasa isyarat, tidak hanya untuk disabilitas. Tapi juga keluarga dan masyarakat bisa mengambil peran, untuk mensosialisasikan dan membiasakan.
Sementara itu, Bendahara Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Malang, Muhammad Jayin menyebut, seluruh anggota Pertuni Kota Malang, sudah dipastikan bisa menggunakan braille.
“Karena itu, kami berharap Pemkot Malang bisa memberi aksesibilitas yang mudah, dengan fasilitas umum yang ramah disabilitas khususnya tunanetra. Apalagi soal akses pemerintah,” jelasnya.
Untuk di tingkat wilayah, tambahnya, tidak hanya soal panti. Tapi juga komunitas yang saling mendukung sangat diperlukan.
Disisi lain, respon masyarakat yang juga memiliki pengaruh. Karena sekarang banyak yang mendiskriminasikan penyandang disabilitas baik dari masyarakat atau penyandang disabilitas sendiri. Utamanya keluarga juga tidak perlu malu. Agar disabilitas tidak merasa tersisih. (Nurul Fitriani – Ra Indrata)