Malang Post – Selain jadi langganan tanah longsor. Saat musim penghujan tiba, saat ini di sejumlah titik Kota Batu juga sudah menjadi langganan banjir. Hingga dampaknya, turut membuat kondisi psikologis warga terganggu. Mereka selalu was-was saat hujan turun dengan intensitas cukup tinggi.
Sejumlah warga yang terdampak kondisi psikologis akibat daerahnya jadi langganan banjir itu, seperti warga di Dusun Beru, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Untuk meminimalisir rasa was-was warga itu, legislatif Kota Batu mengusulkan kepada Pemkot Batu untuk segera melakukan pengadaan alat pendeteksi dini banjir.
Wakil Ketua l DPRD Kota Batu, Nurochman menyatakan, akibat banjir yang sering melanda sejumlah titik Kota Batu. Warga terdampak merasa tidak nyaman dan was-was saat hujan turun. Jika hal tersebut tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan berdampak lebih parah pada kondisi psikologis masyarakat.
“EWS (early warning system) untuk tanah longsor Kota Batu sudah punya. Karena itu, kami rasa Kota Batu juga harus ada EWS untuk deteksi dini potensi banjir. Sehingga ketika ada gerakan air dari wilayah hulu sungai. Bisa diketahui lebih awal dan tidak ada keterlambatan dalam penanganan. Sehingga warga tidak merasa was-was lagi,” tutur Nurochman, Selasa, (2/1/2024).
Dengan adanya usulan tersebut, Kalaksa BPBD Kota Batu, Agung Sedayu memaparkan, soal sistem penguatan dini, pihaknya telah melakukan pemetaan. Dimana di Kota Batu terdapat tujuh potensi ancaman bencana.
“Dari tujuh ancaman bencana itu, paling mendominasi adalah bencana alam tanah longsor. Sehingga untuk pengadaan EWS yang telah dilakukan sebelumnya, kami prioritaskan EWS untuk tanah longsor lebih dahulu,” paparnya.
Dalam lima tahun terakhir ini, Agung mengungkapkan, BPBD Kota Batu telah memasang 12 unit EWS di 12 titik rawan longsor di Kota Batu. Bahkan di tahun 2021 lalu, dari pemasangan EWS tersebut telah membuahkan hasil yang sangat baik.
“EWS di Gunungsari sudah bekerja dengan baik. Sebelum tanah longsor terjadi, sudah ada deteksi dini. Sehingga ada 15 KK terdampak tanah longsor yang kamu evakuasi lebih dulu. Kemudian setengah jam kemudian terjadi tanah longsor,” ungkap Agung.
Soal EWS banjir, Agung mengungkapkan jika pihaknya sudah berencana melakukan pemasangan alat tersebut. Alat tersebut berfungsi untuk mengukur muka air. Jika muka air di kawasan hulu sungai ketinggiannya sudah mencapai batas maksimal. Alat tersebut akan langsung mengirimkan sinyal bahaya.
“Untuk mewujudkan hal tersebut, kami sudah memulai. Dengan melakukan perjanjian kerjasama dengan salah satu perguruan tinggi negeri. Dimana didalam klausulnya, untuk mengembangkan EWS banjir bandang,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, untuk menentukan dimana titik-titik pemasangan EWS banjir itu, pihaknya bekerjasama dengan tim gabungan. Terdiri dari Perhutani dan Tahura R Soerjo. Sebelumnya pihaknya juga telah melakukan mitigasi di kawasan Pusung Lading dan Kali Ledok kawasan Gunung Arjuno.
“Dari pemetaan itu, ada titik-titik ideal untuk dipasang EWS banjir. Tentunya akan dipasang di daerah hulu yang mengalir ke daerah hilir dan ada perumahan warga,” tuturnya.
Pihaknya memperkirakan, untuk merealisasikan hal tersebut, satu alat EWS butuh anggaran sekitar Rp150 juta. Tergantung dari sistem dan teknologi yang ditetapkan dari masing-masing EWS tersebut.
“Ada EWS manual ada EWS dengan sistem digital. Harganya pasti beda. Jika EWS semakin digitalisasi, tentunya harga akan semakin mahal. Sebab itu kami gandeng perguruan tinggi untuk merealisasikan hal tersebut,” imbuh dia.
BPBD Kota Batu menargetkan, untuk melakukan pengadaan alat tersebut bisa dilakukan tahun ini, atau paling lambat tahun depan. “Targetnya tahun ini, kalau tidak bisa ya tahun depan. Tapi yang pasti, kami sudah punya arah kesitu,” tutup Agung. (Ananto Wibowo)