Malang Post – Jembatan dengan bahan dasar utama kaca, menjadi tren dalam beberapa waktu belakang. Bentuk visual dengan nilai estetika yang tinggi, seringkali menjadi pertimbangan utama bagi para developer, untuk ikut mengembangkan jembatan yang saat ini sedang viral. Tidak jarang jembatan kaca juga menjadi ikon wisata, yang seringkali dijadikan spot foto oleh masyarakat.
Salah satunya yang ada di Banyumas, Jawa Tengah. Sayangnya, beberapa waktu lalu terjadi malapetaka. Jembatan kaca tersebut pecah dan membuat beberapa pengunjung terperosok. Bahkan satu di antaranya hingga tewas seketika.
Ironi tersebut menarik perhatian dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ir. Andi Syaiful Amal, MT, IPM, ASEAN Eng. untuk menganalisa. Supaya kejadian serupa tidak terulang lagi ke depannya. Menurutnya, ada tiga hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam membangun jembatan kaca.
“Paling tidak, ada tiga hal fundamental yang harus diperhatikan. Yaitu konstruksi, struktur, serta bahan atau materialnya. Apalagi jika pembangunannya dilakukan di lokasi yang cenderung ekstrem,” ujar Andi.
Dijelaskan, struktur jembatan harus melalui perhitungan yang matang. Mulai dari bagaimana pemuaian dan penyusutannya. Baik ketika terkena terik panas matahari, maupun hujan dengan suhu udara yang dingin.
Bila tidak dipertimbangkan dengan baik, tak menutup kemungkinan jembatan akan sangat mudah mengalami keretakan. Atau bahkan pecah dan mengancam keselamatan pengunjung.
“Logika sederhana saja. Kaca itu salah satu bahan yang rentan mengalami keretakan. Jadi kalau tidak diperhitungkan, bagaimana situasinya saat ada perubahan suhu yang beragam dalam jangka waktu lama, akan sangat berbahaya. Sekalipun jembatan ini merupakan jembatan penyebrang orang (JPO),” jelasnya.
Secara material, jembatan kaca idealnya memiliki tingkat ketebalan kaca 1,5 centimeter. Perlu memperhatikan beban jembatan yang fluktuatif, tingkat keramaian dan berat badan pengunjung, serta pergantian cuaca antara panas dan dingin. Jika terjadi secara terus menerus menyebabkan kaca akan mudah retak.
Di akhir, dosen program studi teknik sipil tersebut juga menjabarkan, pentingnya melakukan evaluasi secara berkala untuk mengetahui kondisi terkini dari jembatan kaca itu sendiri.
Harus ada standarisasi terkait kondisi jembatan. Misalnya dari aspek konstruksinya, apakah ada kaca yang bergeser atau tidak pas. Kemudian apakah ada keretakan, apakah bautnya ada yang longgar dan segala hal yang berkaitan dengan konstruksi.
“Semua yang berkaitan dengan struktur, maupun material harus dijaga dan dievaluasi secara berkala sehingga dapat bertahan dan menjadi destinasi wisata yang benar-benar aman bagi masyarakat,” tutupnya. (M. Abd. Rahman Rozzi)