Malang Post – Dua kasus korupsi senilai lebih dari Rp 1,2 miliar terus dalam pengawalan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang, untuk dituntaskan tahun ini. Yakni, tindak pidana korupsi kredit fiktif BRI Unit Jabung, dan pidana korupsi dana Program Keluarga Harapan (PKH).
“Saat ini ada dua kasus korupsi yang sudah kita ajukan ke persidangan Tipikor. Yang pertama perkara kredit fiktif BRI, dan satunya perkara penyalahgunaan bantuan PKH. Hari ini tadi juga sudah disidangkan,” terang Plt Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Malang, Dedy Agus Oktavianto, di kantornya, Rabu (1/11/2023) sore.
Dijelaskan, dua perkara tipikor yang tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya ini sudah memasuki tahap pemanggilan para saksi JPU (Jaksa Penuntut Umum).
Ia merinci, perkara tipikor kredit fiktif atau gagal bayar dilakukan oknum tersangka BRI Unit Jabung, yang merupakan seorang Mantri BRI, M Taufikurahman, dan bekerjasama dengan tersangka lain yang bertindak sebagai perantara, M Ngaidi.
“Tindak pidana korupsi yang dilalukan tersangka ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp790 juta lebih. JPU menyiapkan lebih dari 45 saksi, dan tadi tadi sudah pemanggilan saksi ke-15,” jelas Deddy.
Sementara itu, untuk perkara tipikor dana PKH, melibatkan tersangka yang kebetulan seorang oknum pendamping program PKH sendiri. Tindak korupsi yang dilakukannya, akhirnya didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp425 juta.
Ia berharap, jika persidangan lancar, maka perkara bisa diputus pada akhir tahun 2023 ini. Hal ini, bergantung pula dengan kesediaan dan kehadirkan para saksi yang diajukan.
Terkhusus perkara tipikor kredit fiktif, menurutnya kasusnya murni dari hasil penyelidikan Kejari Kabupaten Malang, yang ditemukan pada 2021 lalu. Dari hasil pemeriksaan tim pidsus, dinyatakan terjadi kredit gagal bayar pada 21 debitur bermasalah yang direkayasa oknum mantri BRI setempat. Taufikurahman dan Ngaidi dinaikkan status tersangka pada 17 Juli 2021.
Modis perbuatannya, tersangka oknum mantri ini dengan memprakarsai analisis pengajuan kredit sendiri, namun tidak melakukan survei calon debitur sama sekali. Sebaliknya, ia menggunakan pengajuan perkreditan dari calo yang tidak bisa diyakini kebenarannya.
Sebagian besar kredit yang dikucurkan, juga tidak sesuai plafon, bahkan ada yang tidak dibayarkan ke debitur sama sekali. Sehingga, dana kredit digunakan untuk kepentingan tersangka.
“Masa penyelidikan hingga penuntutan perkara kredit fiktif sekitar 6 bulan,” kata Deddy.
Sedangkan, perkara korupsi PKH merupakan kasus tipikor limpahan dari penyelidikan Polres Malang.
“Untuk dua perkara tersebut, ancaman pidana untuk perkara korupsi kredit fiktif minimal penjara 4 tahun. Sedangkan yang perkara korupsi dana PKH, ancaman pidananya minimal 2 tahun penjara, maksimal 20 tahun penjara,” demikian pria yang juga merangkap Kasi Intelijen ini. (Choirul Amin)