Sebagai Pribadi yang Unggul dan Mukhlis
Oleh : M. Mas’ud Said,
Direktur Pascasarjana Unisma,
Ketua ISNU Jawa Timur
Kyai Chamzawi memiliki pribadi yang halus tutur katanya, gesturnya menunduk dalam berbicara, santun dan sabar. Tak oernah mengeluh, tidak pernah menuntut, “ora kekean karep”, “ora kudu lan ora pingin nan ngarep”, berbuat baik tanpa “diundat undat”, tidak riya’ ( menujukkkan keakuan) dan low profile.
Di jagad ilmu manajemen modern beliau tergolong profesional. Kita sepakat dalam dunia modern, seorang dikatakan sebagai seorang profesional bila bisa mengerjakan segala sesuatu di bidangnya dengan sepi dan bila ada capaian atau manfaat dia anggap sebagai sebuah rutinitas biasa.
Dalam bidang sosial banyak tokoh profesional kenamaan bila dalam daily lifenya “berbuat baik, lalu melupakannya”.
Itulah sekelumit citra sosok dari Kyai Chamzawi, tokoh profesional sosial keagamaan dan profesional ponpes kampus yang telah menghadap Allah SWT, Rabu, 16 Agustus 2023 di poliklinik Ummi, di lingkungan kompleks kampus beliau biasa dan sedang berkhidmad.
Beliau adalah salah satu panutan kita bagaimana menjadi tokoh namun bisa mengendalikan diri dengan baik. Mari kita ajak diri belajar dan berkaca dan introspeksi.
Apakah dalam keseharian kita sdh “profesional” seperti beliau, atau sebaliknya : sitik sitik awake dewe, terus pingin nonjol padahal saktemene ora ngunu. Opo awake dewe ora termasuk penyiar dan penyair kata: “iki ngono aku sing mbabat alas”, “si Anu iku kan mek melu sitik”
Beliau unggul dalam cara bagaimana “sesrawungan” dengan orang banyak dari berbagai lapisan dan golongan; mulai melirihkan kalimat, bagaimana menata bahasa, bagaimana beliau “nampani roso” kala ada orang stress karena berbagai masalah.
Kisah ini juga disampaikan Ustadz Rizky, ustadz usia muda pengasuh Pondok Hidayatul Mubtadiin Al As’diyah Joyopranoto yang diminta Kyai Chamzawi mendirikan pondok dengan pesan lirih dari beliau : ” sing nang ngarep mengko njenengan wae, ojo aku yo “.
Beliau selalu sukses untuk membuat orang yang kepada orang lain marah dan hilang kendali menjadi lebih kalem. Beliau adalah peredam api dengan tutur katanya yang halus sebegitu rupa, Kyai Chamzawi itu anti ghibah “anti ngrasani kekurangan orang lain”, hampir tak punya musuh, kalau istilah sekarang Kyai Chamzawi itu tak punya “haters” di medsos. Kalau ketemu orang besar beliau salalu hormat dan cara menghormatinya juga sak madya, secukupnya saja.
Sebagai Pengasuh Ma’had Sunan Ampel Al-ALy,
Dalam berbahagai hadist dan ajaran Islam tentang ilmu dan amal, beliau memiliki jariyah ilmu yang insyaallah bisa diunduh nanti saat menghadap Allah. Pada saat kawan kawan lain urus kepangkatan dan gelar, pada saat teman teman yuniornya berlomba lomba kelihatan mengejar kemuliaaan dunia akademik dan ketenaran, beliau rupanya sdh taslim dengan semua sebutan yg dikejar lingkungannya.
Dalam soal komitmen kerja sosial dan kerja dalam pelaksanaan amanah, beliau punya kesungguhan dalam mengamalkan ilmunya, ilmu bahasa dan ilmu al Qur’annya. Untuk komitmen ini, mungkin bisa dinilai kum Merdeka Belajar dan Kuliah Merdeka bisa mengumpulkan 850-900 an poin sehingga sesungguh beliau secara substantif adalah seorang guru besar.
Para Rektor UIN Maliki; Pak Prof Imam Suprayogo, Pak Prof Mudjia Raharjo dan Prof Abdul Haris; Pak Prof M Zainuddin dan para pejabat UIN mempercayai beliau sebagai pengasuh Ma’had Aly bukan hanya karena kealimannya, mungkin beliau sosok yang bisa “ngemong” mahasiswa yang di pondok kampus sekaligus bagian sedikit dosen yang bisa istiqomah mengasuh bak kyai pesantren salaf.
Jabatan dan amanah ini jiga beliau tunjukkan saat diminta sebagai pengasuh Ma’had Masjid Agung Jami’ Kota Malang juga dwmikian dilakukan dalam situasi sepi ing pamrih rame ing gawe.
Saya banyak belajar dan terus belajar kepada beliau. Perkenalan kami terjadi saat saat beliau dinominasikan sebagai Rais Syuriah PC NU Kota Malang untuk yang pertama kalinya sktr akhir tahun 1990 an. Sejak semula beliau katut arus memanggil saya Cak Ud sapaan muda saya sebagai Ketua PMII Cabang Malang. Sampai sekarangpun kadang memakai sebutan yang sama, saat dialog personal dengan saya sehingga kita terasa nyaman tak berubah.
Saat akhir tahun 1990 an itu banyak tokoh dan ulama yang “sudah jadi” dan beberapa senior beliau masih aktif dan pantas dinominasikan sebagai Rais Syuriah. Namun kami merasa sreg kalau beliau menjadi Rais Syruriah.
Itu kebutuhan NU saat itu dan sampai sekarang, karena yang dibutuhkan oleh PC NU Kota Malang disamping sosok alim, adalah sosok “sing ora neko neko”, sosok yang tidak banyak mengeluh dan tak banyak menuntut. Ora neko neko politik, ora neko neko penampilan, tidak berpihak. Indah dalam menyikapi segala cuaca di masyarakat dan dinamika NU Malang Raya. Dalam 20 tajunan belakangan ini beliau tetap sosok yang nyaris tanpa cacat.
Kepantasan beliau sebagai Rois di PC NU Kota itu berlanjut dari mulai Ketua PC NU Kota Kyai Marzuki Mustamar periode pertama sampai peroode KH Isroqun Najjah periode kedua. Sampai akhir hayat beliau. Beliau adalah guru berbagai hal terutama kesantunan. Namun beliau sepertinya tak pernah merasa sebagai guru besar.
Sebagai Tokoh MUI, Tokoh FKUB, Tokoh Dewan Masjid
Saya melihat beliau dihormati di kalangan luar NU sebagai sosok yang bisa meletakkan diri sebagai implementor sikap wasathiyah. Kebanyakan yang berkumpul di kepengurusan MUI dan FKUB adalah tokoh tokoh agama, ulama dan zuama atau perwakilan tokoh organisasi.
Biasa pula, antar tokoh perwakilan, antar pribadi dalam perkumpulan semacam MUI atau FKUB itu ada sekam yang menyala pelan, apinya adalah tugas terselubung untuk memperjuangkan ananiyah kelompok yang diwakilinya agar menjadi penentu utama dan menjadi kelompok strategis. Posisi Kyai Chamzawi yang saya dengan dari kawan kawan Muhammadiyah dalam MUI dan perwakilan tokoh tokoh non Muslim tentang Kyai Chamzawi ini positif saja. Teruji tak termasuk “meresahkan hati” sebagaimana tokoh lainnya.
Sebagai salah satu aktivis atau pengurus organisasi di atas, saya hampir tak pernah mendengar keluhan pihak lain yang mengeluh terhadap tidak tanduk Kyai Chamzawi Syakur. Hampir semua tokoh Muhamnadiyah, tokoh FKUB dan aktIfis MUI bertestimoni positif tentang beliau, lelaki yang anggun.
Sebagai tokoh agama, memang beliau tak banyak mencolok menginginkan posisi di depan ataupun sosok yang “ananiah” memperjuangkan “kelompok NU secara mati matian” atas suatu jabatan atau atas suatu posisi.
Sebagaimana kita tahu dinamika lapangan. Jabatan publik biasanya diperjuangkan mati matian oleh berbagai kelompok NU, Muhammadiyan, Nasionalis, kelompok Islam puritan yang underbow partai politik. Namun sosok itu bukan termasuk beliau. Jadi semua orang nyaman dengan beliau.
Sepertinya beliau setuju bahwa semua harus kerja bersama tanpa iri hati dan dengki. Dan harus ada proporsi sosiologis yang adil dan berimbang dalam berbagai kepengurisan dan jabatan publik keagamaan; kyai Chamzawi adalah sosok yang “tepo seliro” dan apa yang saya sebut kyai multikultural itu. Ini yang spesifik dalam diri Kyai Chamzawi. (*)