Malang Post – Dinas Sosial Kota Malang, merespon kasus dugaan human trafficking di Facebook.
Karena kasus tersebut lintas provinsi, Dinas Sosial melakukan mediasi dengan jaringan. Dibantu pihak lain, seperti Sentra Terpadu Surakarta. Apalagi Polresta Malang Kota, juga sudah menerima laporan ini.
Kata Kabid Rehlin Jamsos Dinas Sosial Kota Malang, Titik Kristiani Tri Rahayu, soal kasus penjualan bayi yang ramai di Facebook, dengan modus adopsi bayi.
Menurut Titik, dari ibu sang bayi menyampaikan ketidaktahuannya. Jadi dirinya sebenarnya mencari bantuan untuk merawat sang bayi.
“Dari sang ibu bayi sendiri menyampaikan, kalau dirinya sudah tersadarkan dan siap mengasuh sang bayi,” katanya ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Rabu (20/9/2023).
Soal adopsi bayi itu sendiri, Titik menegaskan, ada beberapa persyaratan ketika mau mengadopsi anak. Meski proses adopsi bisa dilakukan secara langsung. Antara orang tua bayi dengan calon orang tua, atau bisa juga melalui lembaga.
Sejauh ini lembaga yang ditunjuk dan sudah mendapatkan SK dari Pemerintah di wilayah Jawa Timur, adalah Yayasan Matahari dan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan dan Pelayanan Sosial Asuhan Balita (UPT PPSAB) Sidoarjo.
“Ketika sang anak sudah diangkat oleh orang tua baru, maka dari Dinsos Jatim dan Dinsos daerah setempat, juga diwajibkan melakukan monitoring selama tiga tahun.”
“Evaluasi yang dilakukan seperti pola pengasuhannya dan melihat tumbuh kembang anak,” katanya.
Ditambahkan dosen Sosiologi FISIP UB, Astrida Fitri Nuryani, di Indonesia memang secara aturan untuk mengadopsi anak ada. Tapi secara pengawasan kurang.
Karena banyak orang yang tidak sadar, ketika melakukan adopsi anak dengan cara tertentu, menuju human trafficking.
“Jika di Amerika, seorang anak akan berpindah tangan asuhnya, maka dimasukkan ke Dinas sosialnya dulu. Disitu akan dilihat ketidakmampuan orang tuanya ini seperti apa alasannya.”
“Apakah orang tuanya ini sebagai pecandu narkoba, orang tuanya terlalu muda, atau orang tuanya kurang dalam finansialnya. Baru diputuskan, si anak hak asuhnya ke orang tuanya atau ke keluarganya,” katanya.
Astrida menambahkan, sekarang pindah hak asuh lebih sering dilakukan perorangan. Sehingga pemantauannya dirasa kurang. Jadi sulit diketahui kalau sampai ranahnya ke human trafficking.
Sementara itu, menyangkut adanya orang tua yang sampai menjual anaknya, Astrida menyebut, penyebabnya beberapa macam.
Seperti orang tua yang memang kurang baik dari segi ekonomi, latar belakang pendidikan dan tidak adanya pertimbangan jangka panjang ketika hal itu dilakukan.
“Media massa digital juga menjadi faktor lainnya, mengingat dengan akses media massa digital yang begitu luas, sulit dibendung semuanya. Meskipun pemerintah sudah melakukan pemblokiran banyak situs, tapi akses tak terbatas masih bisa dilakukan seperti melalui VPN,” jelasnya.
Astrida menambahkan, media sosial yang jadi wadah human trafficking, tidak hanya facebook saja. Bahkan tidak menutup kemungkinan seperti Instagram sampai Twitter juga.
Maka dari itu, ujarnya, pembekalan norma agama sampai norma hukum dalam berkehidupan itu penting. Termasuk sebagai orang tua harus memahami, konsekuensi ketika memiliki anak. (Wulan Indriyani – Ra Indrata)