Malang Post – Dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak dan memastikan kepatuhan wajib pajak. Seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur (Kanwil DJP Jatim) I, Kanwil DJP Jatim II dan Kanwil DJP Jatim III, melaksanakan kegiatan penyitaan secara serentak. Pada 21-24 Agustus 2023.
Kegiatan sita serentak se-Jawa Timur kali ini, diikuti oleh 15 KPP di lingkungan Kanwil DJP Jawa Timur III. Berhasil menyita 84 aset milik penunggak pajak, dengan total nilai mencapai Rp7,15 miliar.
Aset tersebut meliputi enam aset tanah dan bangunan, dua tanah, sembilan mobil, empat truk, 16 kendaraan roda dua dan 47 rekening bank, yang dimiliki oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak.
Dalam kesempatan yang sama, 13 KPP di lingkungan Kanwil DJP Jawa Timur I, menyita 80 aset milik penunggak pajak dengan nilai Rp16,22 miliar. Serta 16 KPP di lingkungan Kanwil DJP Jatim II, berhasil menyita 91 aset milik penunggak pajak dengan nilai Rp6,26 miliar.
Sita serentak se-Jawa Timur ini, merupakan kegiatan sita yang pertama kali dilakukan secara bersama-sama oleh 3 Kanwil DJP di Jawa Timur.
Sebelumnya, masing-masing kanwil melakukan kegiatan sita secara terpisah. Selanjutnya, jika wajib pajak belum juga melunasi utang pajak, maka DJP akan melaksanakan proses lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), untuk aset bergerak dan non bergerak. Sedangkan untuk aset rekening, akan dilakukan pemindahbukuan.
“Penyitaan merupakan tindakan menguasai barang wajib pajak/penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajaknya,” kata Farid Bachtiar, Kepala Kanwil DJP Jatim III, dalam siaran pers yang diterima Malang Post.
Penyitaan bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, mengenai hak DJP dalam menguasai aset wajib pajak yang menunggak pajak.
Dalam kerangka ini, DJP tetap mengedepankan unsur persuasif dan edukasi kepada wajib pajak.
”Tindakan penagihan aktif seperti penyitaan aset, merupakan upaya terakhir yang dilakukan dalam hal penunggak pajak tetap tidak melunasi hutang pajaknya setelah dilakukan berbagai upaya penagihan sebelumnya. Seperti penyampaian surat teguran dan surat paksa,” tegas Farid. (*/ Ra Indrata)