Malang Post – Prasasti Sangguran merupakan prasasti dari batu berangka tahun 850 Saka (928 Masehi). Pertama kali ditemukan di Kota Batu. Prasasti itu berukuran tinggi 1,61 meter, lebar 1,22 meter, tebal 32 centimeter dan memiliki bobot sekitar 3,5 ton.
Pada bagian depan prasasti berisi 38 baris tulisan, bagian belakang sebanyak 45 baris dan pada bagian kiri terdapat 15 baris tulisan. Dua baris pertama dari isi Prasasti Sangguran ditulis menggunakan bahasa Sanskerta. Sedangkan seluruh bagian lainnya menggunakan bahasa Jawa Kuno.
Menurut sejarawan Indonesia, Prasasti Sangguran merupakan sumber informasi penting bagi Kerajaan Mataram Kuno, terutama terkait pergeseran ibu kotanya ke Jawa Timur. Dalam prasasti itu juga tertulis nama penguasa daerah pada masa itu, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga (Dyah Wawa).
Pemangku Sanggar Budaya Sangguran, Dusun Ngandat Desa Mojorejo, Siswanto Galuh Aji menyatakan, isi tulisan yang ada dalam Prasasti Sangguran bukanlah sumpah serapah. Seperti yang telah diungkapkan kebanyakan orang.
“Dengan adanya hal tersebut kami tidak terima. Sangat tidak mungkin leluhur Jawa mengutuk hingga sedemikian rupa,” tuturnya.
Dia menjelaskan, isi yang benar dan tertulis di Prasasti Sangguran itu berisikan aturan dan tata tertib. Tujuannya apabila ada seseorang yang tidak mematuhi tata tertib yang ada. Maka akan mendapatkan imbasnya.
Namun apabila seseorang tidak melakukan pelanggaran, yang tidak bertolak belakang dengan aturan yang tertulis. Maka sesuai keputusan yang tertulis di Prasasti Sangguran, seseorang tidak akan menerima imbas apapun.
“Keputusan itu sesuai dengan keputusan saat itu. Yakni pemerintah Mataram. Dengan adanya keputusan tersebut, sebenarnya berfungsi untuk membangun kehormatan. Dengan harapan bisa menjadi daerah Perdikan. Yakni semacam Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh,” jelas dia.
Lebih lanjut, apabila ditarik pada jaman saat ini. Hal tersebut berarti daerah itu memiliki otonomi daerah yang mutlak. Bahkan dengan letak semenanjung yang berada di kawasan lereng Gunung Arjuno. Semuanya sudah terjamin, mulai dari pertanian, pengairan, hingga kualitas pande besi yang mendunia. Baik dari segi pusaka yang terkenal ampuh.
Pada bagian depan prasasti tersebut, berdasarkan informasi yang dihimpun, setelah diartikan ke Bahasa Indonesia. Salah satunya berisikan ‘Semoga tidak ada rintangan, Semoga sejahtera di seluruh jagat dan Semoga semuanya berbuat kebajikan’. Di baris ke dua berisikan ‘Semoga leburlah segala dosa dan semoga berbahagialah di seluruh tempat di bumi ini’.
Lalu di baris ke tiga bagian depan berisikan ‘Swasti śaka-warṣatīta 846 śrawana-māsa ṭithi catur-daśi śukla-pakṣa, wu, ka, śa, wāra, hastā-nakṣatra, wiṣṇu dewatā, sobhagya’. Mempunyai arti ‘Selamat! Tahun Saka telah berlalu, 850, pada bulan Syrawana, tanggal 14 paruh-terang, hari Wurukung-Kaliwon-Sabtu, ketika naksatra: hasta, dewata: Wisnu, yoga: Sobhagya’.
Pada tahun 2020 lalu. Pihaknya bersama sejumlah rekannya membuat replika Prasasti Sangguran. Lalu pada Februari 2021 prasasti itu telah selesai dibuat. Replika Prasasti Sangguran diletakkan di Punden Mbah Tarminah di Dusun Ngandat, Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu.
“Pembuatan itu diawali dengan melakukan komunikasi secara fisik maupun non fisik. Baik secara material maupun yang non material. Karena kami meyakini, prasasti ini memiliki nilai energi,” katanya.
Pembuatan Replika Prasasti Sangguran, salah satunya memiliki tujuan untuk mewujudkan Prasasti Sangguran kembali ke Kota Batu. (Ananto Wibowo)