Malang Post – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang, dr Husnul Muarif, menegaskan perlunya penguatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Tersebar di semua area rumah, sekolah, tempat ibadah dan lingkungan di sekitarnya.
“Bertujuan memberantas induk maupun jentik dari nyamuk demam berdarah (Aedes Aegypti), tidak sampai berkembang biak secara berkelanjutan. Selama ini banyak bersarang (menempati) pada air yang bersih,” tegas Husnul Muarif, saat ditemui Hotel Ijen Suite Malang, Rabu (30/08/2023).
Jumlah kasus demam berdarah (DBD) di Kota Malang, Husnul menyebutkan, cukup tinggi angkanya mencapai ratusan kasus. Bahkan ada yang sampai meninggal dunia di setiap tahunnya.
“Kami perlu mengajak masyarakat Kota Malang sama-sama peduli dan mengedukasi. Salah satunya biasa kita sebut 5M, seperti menguras, mengubur, membakar, membuang serta memberikan obat Abate,” sebut dia.
Terpisah, Kepala bidang P2P Dinkes Kota Malang, Miefta Eti W menambahkan, kasus DBD di Kota Malang pada 2021 lalu ada 254 kasus. Korbannya yang meninggal ada tiga orang. Berikutnya, di 2022 sebanyak 560 kasus. Korbannya yang meninggal ada 14 orang.
“Sedangkan, di tahun 2023 saat ini, kasusnya ada sekitar 384 kasus. Korbannya yang meninggal sebanyak 3 orang. Terhitung per hari ini, Rabu (30/08/2023) Agustus 2023. Penurunan kasusnya belum signifikan, hanya angka kematiannya ada penurunan,” tambah dia.
Miefta kembali mengemukakan, pada kasus DBD di musim kemarau maupun musim hujan. Sama-sama memiliki dampak, yakni dampak penularan. Diakibatkan adanya sarang maupun hewan nyamuknya aktif berinduk.
“Kalau pas musim kemarau, patut diwaspadai gigitan atau penularannya hewan nyamuknya secara langsung. Sedangkan, di musim hujan yang diwaspadai adalah keberadaan sarang nyamuknya,” ungkapnya.
Dikatakan lagi, sarang nyamuk sekaligus nyamuknya sendiri. Akan aktif berinduk atau berkembang biak pada sarangnya. Ketika telur dan jentik-jentik di air tidak segera dibasmi tuntas dengan Abate serta beragam cara pemberantasannya.
“Pemberantasan nyamuk yang berterbangan, dengan sistem fogging (penyemprotan atau pengasapan), sifatnya hanya sesaat, setelahnya akam bermunculan nyamuk baru lagi (anakan),” kata Miefta.
Perempuan berjilbab ini menandaskan, pemberantasan sarang nyamuk DBD. Tidak cukup sekali dua kali dan satu lingkungan saja. Melainkan secara berkala dan berkelanjutan serta berkelanjutan dengan lainnya.
Semisal pemberantasan dengan cara 5M di lingkungan sekolah. Tapi tidak diimbangi dengan pemberantasan di rumah, kampung, kantor, ponpes dan tempat-tempat lainnya.
“Pastinya pemberantasan seperti itu tidak efektif dan efisien, dalam menangani maupun mencegahnya. Semestinya pemberantasan dilakukan secara menyeluruh disemua tempat secara tuntas,” tandas Miefta.
Untuk itu, pihaknya membutuhkan sinergi bersama stakeholder di Kota Malang. Karena saling mendukung untuk pemberantasannya. Semisal di perkantoran, ponpes, sekolah, panti asuhan, dan banyak lagi lainnya.
“Sebab pemberantasan DBD tidak bisa diselesaikan seraca pribadi atau perkelompok. Tapi dibutuhkan kerjasama secara keseluruhan. Sebagaimana dikeluarkan surat edaran Wali Kota Malang. Untuk kelancaran pengendalian dan pencegahan DBD lebih meluas,” ujarnya.
Terakhir, perlu dipahami bersama penyelesaian kasus DBD. Tidak cukup dengan cara 5M semata. Tapi pola hidup, pola kebersihan dan kesehatan seseorang turut diperhatikan.
“Kita hidup bermasyarakat, tidak boleh suka-suka semaunya sendiri. Tanpa memperhatikan lingkungan di sekitarnya. Saling mengingatkan, saling peduli dan saling edukasi. Diyakini pencegahan penyakit menular bisa tertanggulangi dengan cepat dan baik,” pungkasnya. (Iwan – Ra Indrata)