
Malang Post – Perjuangan untuk bisa menjalani hidup dengan kondisi kesehatan normal harus dialami, AKA atau Aulia (9), bocah pengidap kelainan jaringan ikat atau Marfan Syndrome.
Bocah perempuan asal Tegalsari, Kepanjen, Kabupaten Malang ini, mengalami kelainan genetik sejak lahir. Dua tahun terakhir, pengobatan intensif harus dialaminya, dengan penanganan dokter spesialis unit Radiologi RSSA Malang.
“Mulai usia tiga tahun kami upayakan pengobatan. Sempat berhenti, dan dilanjutkan pengobatan alternatif sampai usia 7 tahun, terus pengobatan medis sampai sekarang. Mulai akhir 2020 sampai kemarin, tidak kurang seminggu 2 kali berobat ke sana,” terang Diva Yulianti (33), ibu kandung AKA, ditemui di kediamannya, Kamis (3/8/2023) siang.
Secara medis, Marfan Syndrome sendiri merupakan jenis penyakit kelainan bawaan yang memengaruhi jaringan ikat. Sindrom Marfan mempengaruhi jantung, mata, pembuluh darah, dan tulang penderita.
Penanganan sakit Aulia, selama berobat ke RSSA Malang, dilakukan secara bertahap. Dikatakan Diva, buah hatinya ini harus mendapatkan penanganan operasi pelepasan lensa mata, kiri dan kanannya, pada Juli 2022 lalu. Belum lama ini, dilanjutkan dengan operasi jaringan pada giginya, dilanjutkan pemasangan ring.
Penanganan jaringan gigi yang rusak ini, lanjutnya, harus dilakukan karena jaringan syarafnya menembus ke jantung.
“Jadi, menurut dokternya, jaringan (syaraf) yang rusak pada giginya, harus dibereskan dulu. Sebelum tindakan operasi pada jantungnya, ungkap Diva.
Karena belum ada RS yang memadai untuk penanganan kasus penyakit MS ini di Jawa Timur, maka bocah perempuan malang ini harus ke RS yang ada di Jakarta, untuk operasi penggantian katup jantungnya.
Meski pelayanan operasi dengan BPJS Pekerja Penerima Upah, namun untuk pembelian katup jantung nanti harus diupayakan secara mandiri. Harganya, diperkirakan Rp 15-20 juta.
Sehari-hari, Aulia sendiri harus dibantu dengan korset penyangga tulang yang menyerupai baju anak. Selain itu, harus dibantu juga dengan sepatu khusus, untuk membantu berjalan karena pertumbuhan tulangnya yang abnormal, tumbuh sangat cepat.
Dengan kelainan ini, ia mengalami pertumbuhan tulang yang bengkok, dan diperkirakan terus tumbuh selama masa pertumbuhannya.
Sebagai orang tua, dengan pekerjaan suami sebagai tenaga honorer, ia cukup keberatan dengan alat medis yang harus digunakan anaknya tersebut. Satu korset harganya sekitar Rp 4 juta, sementara untuk sepatu harganya Rp 1,5 juta.
“Untuk alat-alat penyakit anak Saya kan tidak termasuk tertanggung layanan BPJS Kesehatan. Jadi harus beli sendiri, dan harus ganti setiap 7 bulan sekali,” aku Diva.
Selama menjalani pengobatan di RSSA, harus dilakukan pemeriksaan kondisi jantung Aulia. Namun demikian, hasilnya bisa lama karena antrean. Padahal, itu dibutuhkan secepatnya oleh dokter yang menangani untuk treatment selanjutnya.
Selain berharap mendapatkan kelancaran operasi di RS Harapan Kita Jakarta nantinya, Diva juga berharap bisa bergabung dengan relawan atau komunitas Anak dengan Down Syndrome seperti anaknya.
Di hari ini, Aulia mendapatkan atensi dan empati sejumlah pihak yang datang menjenguknya. Diantaranya, dari pihak Polres Malang dan Polsek Kepanjen, juga TKSK Kemensos didampingi pemerintah desa setempat. (Choirul Amin)