Kebijaksanaan yang diterapkan Bank Indonesia, untuk membebankan biaya 0,3 persen dari transaksi QRIS, dikeluhkan pedagang. Mereka keberatan dengan penambahan nilai transaksi tersebut.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Malang, Suwanto, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, menyampaikan, saat ini merchant dari pusat perbelanjaan, sedang masif mensosialisasikan transaksi cashless, memakai QRIS.
“Tapi dengan kebijakan baru dimana ada beban biaya 0,3 persen, untuk transaksi QRIS, tentu memberatkan pedagang dan bisa mengurangi transaksi cashless,” sebutnya dalam acara yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM dan Youtube Channel Arema TV, Jumat (14/7/2023).
Kata Suwanto, APPBI sebagai asosiasi juga mengajukan keberatan pembebanan biaya 0,3 persen, pada pemerintah pusat, untuk menyatakan keberatan pedagang.
Selain itu, katanya, sebelum kebijakan ini diterapkan, seharusnya ada sosialisasi yang masif. Baik untuk pedagang dan konsumen.
Bahkan bagi Ketua Program Studi S3 Ilmu Ekonomi, Dr. Boge Triatmanto, kebijakan biaya 0,3 persen untuk transaksi QRIS, khususnya untuk UKM, sangat terburu-buru. Karena saat ini perekonomian baru saja mulai bangkit, setelah terdampak pandemi Covid-19.
Menurut Boge, saat ini perekonomian sedang bangkit dan penyumbang terbesar pada perekonomian masih UKM. Sehingga kebijakan beban biaya 0,3 persen QRIS pada pedagang, tentu akan sangat berpengaruh pada pedagang UKM.
“Seharusnya sebelum kebijakan ini diterapkan untuk pedagang, harus ada evaluasi mendalam, agar tidak merugikan pedagang,” lanjutnya.
Selain itu, masih kata Dr. Boge, kebijakan ini juga bakal berdampak pada penggunaan cashless sebagai alternatif pembayaran. Dimana konsumen bakal beralih ke transaksi tunai. (Anisa Afisunani – Ra Indrata)