Malang Post – Ratusan massa dengan kostum serba hitam memadati trotoar yang berada persis depan Kantor Bupati Malang di Jalan Panji Kepanjen, Kamis (22/6/2023) sore.
Sebagian massa ini menempelkan pita putih tanda duka di lengan, dan membawa foto berbagai ukuran. Pada kaos mereka bertuliskan #USUT TUNTAS, dan MENOLAK LUPA 1 Oktober 2022.
Massa ini adalah peserta Aksi Kamisan Tragedi Kanjuruhan, yang datang bersama sejumlah kelurga korban Tragedi 1 Oktober 2022 silam, yang menewaskan 135 korban meninggal supporter Aremania.
Aksi mereka meminta pemerintah mengusut tuntas penyebab tragedi dengan seadil-adilnya, sekaligus menolak renovasi Stadion Kanjuruhan sebelum penanganan kasus benar-benar tuntas.
“Intinya, kami semua ini keluarga korban mendukung (renovasi), tetapi dengan catatan selesai dulu masalah Tragedi Kanjuruhan,” kata salah satu keluarga korban, Sunari (56), Kamis (22/6).
Ia juga membandingkan dengan penyelesaian kasus pembunuhan oleh Ferdy Sambo, yang begitu cepat penanganannya.
“Nah, Tragedi Kanjuruhan ini bukan kecelakaan, buka pembunuhan (biasa), melainkan pembantaian. Kok pemerintah seakan-akan membekukan (membungkam) keluarga korban. Kami meminta keadilan seutuhnya!” ujarnya.
Warga Sambigede Sumberpucung ini mengaku, kehilangan anak gadisnya, Mayang Agustin, saat peristiwa kelam pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan silam. Saat kejadian Tragedi Kanjuruhan ini, korban berusia 20 tahun.
Aksi keprihatinan ini diawali dengan longmarch dari titik kumpul Masjid Agung Baiturrahman Kepanjen. Sayangnya, tidak ada Bupati maupun jajarannya yang hadir di tengah-tengah aksi massa ini.
Selain membawa foto-foto korban Tragedi Kanjuruhan, juga dibentangkan dua spanduk hitam oleh peserta aksi. Spanduk tersebut bertuliskan, TRAGEDI KANJURUHAN PELANGGARAN HAM BERAT dan TOLAK RENOVASI STADION KANJURUHAN.
Salah satu peserta aksi lain, Bambang, juga sempat membacakan setidaknya 4 (empat) tuntutan. Selain menuntut menindaklanjuti laporan , keluarga korban juga menolak pemkab Malang merenovasi Stadion Kanjuruhan sebelum kasus tragedi dituntaskan.
“Menuntut pemerintah Kabupaten Malang tidak melakukan pembongkaran atau renovasi sebelum Tragedi Kanjuruhan dituntaskan. Mengecam segala bentuk intimidasi yang dilakukan kepada keluarga korban. Serta, mengutuk keras segala kriminalisasi terhadap pejuang HAM dan lingkungan!,” demikian tuntutan aksi yang dibacakan dan diikuti peserta lainnya.
Dengan penuh histeria, mereka lalu berkali-kali meneriakkan USUT TUNTAS, JANGAN DIAM…LAWAN! (Choirul Amin)