Malang Post – Sebanyak 15 orang dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang. Ditambah 50 orang PNS Kelurahan dan masyarakat penggiat lingkungan (pejuang Proklim). Berangkat ke Desa Larangan, Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo, Rabu (8/03/2023).
Mereka melakukan studi lapang (praktik) lanjutan dari studi teori. Yang dipaparkan dua orang pemateri, Kepala DLH Kota Malang dan Subkoordinator Pemeliharaan Lingkungan Hidup, Jawa Timur, pada Selasa (7/03/2023) kemarin.
Pemilihan Desa Larangan Sidoarjo, jelas Kabid Tata Lingkungan Hidup, DLH Kota Malang, Windra Novisari, karena desa tersebut telah mengantongi predikat Proklim Lestari (predikat tertinggi). Sehingga butuh menggali dan meniru dari mereka, untuk diterapkan di Kota Malang.
“Kami bertekad dan keinginan kuat, agar setiap warga di Kota Malang. Peduli menjadi pelopor atau penggerak sebagai pejuang Proklim. Melalui mitigasi dan adaptasi untuk mencegah perubahan iklim secara menyeluruh,” tambah Windra.
Kepala DLH Kota Malang, Noer Rahman Wijaya menambahkan, Pemkot melalui DLH menghendaki adanya pergerakan lebih masif di masyarakat. Utamanya soal gaya hidup yang bersih dan sehat.
“Sesuai Permen LHK no.84/2016, dan SE Wali Kota Malang no.3/2021 tentang Proklim. Dimulai pada diri kita, keluarga hingga RT/RW. Dikuatkan lagi dengan mitigasi dan adaptasi. Melalui cara pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK),” kata Rahman.
Contoh penanggulangannya, tambahnya, seperti penanganan pada cuaca yang ekstrim. Butuh pengelolaan air hujan dan limbah. Adanya dukungan secara kelembagaan, seperti dari LSM serta penggiat lainnya. Sebab terjadinya perubahan iklim, bisa memberikan dampak negatif pada lingkungan.
“Satu contoh berdampak pada ketahanan pangan, kesehatan dan air. Contohnya, penyakit mudah mewabah seperti malaria, DBD dan diare. Sehingga butuh penanganan banyak hal. Ketahanan air, dengan cara pemanenan air hujan, persiapan, perlindungan dan penghematan mata air,” imbuhya.
Lanjut Rahman, disokong lagi dengan penguatan sarpras dalam pengendalian longsor dan banjir. Terpenting lagi, tanpa peran serta atau dukungan penuh dari masyarakat. Mustahil Pemkot bisa memaksimalkan itu semua.
“Sebab secara nasional pada pada 2024 nanti, ditargetkan terbangun 20.000 kampung iklim (Proklim). Supaya terwujud kami berupaya mendorong kelompok masyarakat (pokmas). Lebih aktif melakukan mitigasi dan adaptasi tingkat lokal. Serta adanya pengakuan terhadap aksi adaptasi,” paparnya.
Sedang Subkoordinator Pemeliharaan Lingkungan Hidup, DLH Jawa Timur, Sulistyowati menuturkan, Presiden Jokowi berharap seluruh potensi masyarakat terus digerakkan. Untuk mengendalikan perubahan iklim, melalui Proklim yang mencakup 20.000 desa di 2024 nanti.
“Kita mesti memberikan pemahaman sekaligus aksi nyata serta berkontribusi. Utamanya pada penekanan pengurangan emisi GRK,” tuturnya.
Menurut Sulis, dengan adanya penguatan Proklim dimanapun berada. Ke depannya memiliki enam pemanfaatan. Satu meningkatkan ketahanan masyarakat, kualitas hidup, sosial dan ekonominya. Termasuk tercapainya target penurunan emisi GRK.
“Lainnya, tersedianya data kegiatan adaptasi dan mitigasi. Terbangunnya kesadaran gaya hidup yang rendah emisi GRK. Terakhir, meningkatkan kemampuan masyarakat ditingkat lokal menanggulangi dalam perubahan iklim,” ujar Sulistiowati. (Iwan – Ra Indrata)