Malang Post – Polisi akhirnya menetapkan dua tersangka, dalam kasus perusakan fasilitas Stadion Kanjuruhan, yang terjadi pada Senin (28/11/2022) lalu.
Mereka adalah Fernando Hasyim Ashari (19), warga Jalan Ir. Juanda IX, Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Yang merupakan penanggungjawab CV Aneka Jaya Teknik (AJT).
Satu lainnya, Yudi Santoso (46). Warga Jalan Tenun, Desa Panggungrejo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Namun dia berdomisili di Jalan Kebalen Gang 7, Kelurahan Kotalama, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Yudi merupakan mandor yang mengawasi pekerja.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Desember 2022, keduanya langsung dijebloskan ke penjara. Tapi baru Selasa (20/12/2022), kasus ini dirilis Kasi Humas Polres Malang, Iptu Ahmad Taufik dan Kanit Idik III Satreskrim Polres Malang, Ipda Choirul Mustofa.
“Mereka ditetapkan sebagai tersangka, setelah dilakukan gelar perkara pada 16 Desember 2022. Sebelumnya penyidik sudah meminta keterangan beberapa saksi. Mulai dari pekerja, karyawan Dispora dan dari pihak PT Anugerah Citra Abadi (ACA),” ucap Iptu Ahmad Taufik.
Ditambahkan Ipda Choirul Mustofa, sebelum melakukan pembongkaran, pada Ahad (27/11/2022), kedua tersangka bersama sekitar 30 orang pekerja, masuk ke dalam Stadion Kanjuruhan. Dengan cara membongkar paksa gembok pintu gerbang.
Setelah berhasil masuk, malam itu mereka menggelar selamatan. Baru keesokan harinya, mulai melakukan pembongkaran pagar pembatas tribun penonton dan paving.
Karena Stadion Kanjuruhan masih menjadi alat bukti kasus Tragedi Kanjuruhan, pengerjaan pun dihentikan Dispora Kabupaten Malang. Pembongkaran itu secara resmi dilaporkan ke Polres Malang pada 6 Desember 2022.
“Dari laporan itu, kami lakukan penyelidikan dengan memeriksa sejumlah saksi. Kemudian kami menetapkan dua orang tersangka,” jelas Choirul.
Polisi, lanjutnya, juga mengamankan sejumlah barang bukti. Diantaranya 69 tabung gas oksigen, 38 rompi proyek warna hijau, 36 rompi proyek warna kuning, 29 sepatu proyek dan sejumlah barang bukti lainnya.
“Perkaranya saat ini sedang tahap pemberkasan. Selanjutnya berkas perkaranya akan kami serahkan ke JPU Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang untuk diteliti,” terang Choirul.
Untuk motif dari pengerusakan tersebut, jelas Choirul, lantaran tersangka tergiur dengan keuntungan jual beli besi bekas dari pembongkaran. Dalam itungan total penjualan besi bekas, sebesar Rp 6 miliar. Ditambah hasil jual galvalum dan paving bekas, sebesar Rp1 miliar. Sehingga total sebesar Rp7 miliar.
Dari total Rp7 miliar itu, dikurangi biaya pengeluaran sebesar Rp4,250 miliar. Sehingga masih tersisa Rp2,750 miliar yang menjadi keuntungan tersangka.
“Motifnya mencari keuntungan dari jual beli besi tua. Tersangka menyuruh pekerja karena merasa memiliki SPK (surat perintah kerja), yang dibeli dari Surya Hadi seharga Rp750 juta. Namun baru dibayar uang muka sebesar Rp350 juta. SPK itu dikeluarkan oleh PT Anugerah Citra Abadi (ACA), yang ditandatangani oleh Iwan Kurniawan,” beber Choirul.
“Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata SPK itu palsu. Direktur Utama PT ACA menegaskan tidak pernah mengeluarkan SPK,” tambahnya
Sedangkan penjual SPK tersebut, hingga kini menghilang dan keberadaannya juga tidak diketahui dan kasus ini sedang tahap pemberkasan untuk segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang.
“Terkait dengan pemalsuan SPK, kami serahkan kepada PT ACA,” tukasnya. Atas kasus ini, kedua tersangka dijerat pasal 170 KUHP junto pasal 55 ayat 1 ke 1e KUHP. Dan pasal 406 KUHP junto pasal 55 ayat 1 ke 1e KUHP. (Ra Indrata)