Malang Post – Tidak lama lagi KONI Kota Malang, bakal menggelar Musyawarah Olahraga Kota (Musorkot). Namun sejumlah cabang olahraga yang menjadi voter, menyoroti adanya dugaan pelanggaran terkait salah satu pasal dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), yang tidak dilaksanakan.
Menanggapi hal tersebut, praktisi hukum, Eko Budhi Prasetyo, S.H., M.H. menilai, jika ada salah satu ketentuan (AD/ART) yang tidak dilaksanakan maka Musorkot dianggap cacat hukum.
Dijelaskan Eko, Musrokot sendiri itu harus dilaksanakan, kalau itu memang memenuhi ketentuan AD/ART.
“Kalau yang selama ini saya dengar, pengurusan KONI Kota Malang sudah berakhir. Tapi kemudian ada perpanjangan dari KONI Provinsi dimana berakhirnya pada akhir Desember 2022,” jelasnya.
Jadi sejak itu, dalam masa ini, harus ada kepengurusan yang baru. Dan kepengurusan yang baru harus dilaksanakan dengan aturan yang diatur dalam AD/ART.
“Tapi kalau ada pelanggaran terhadap AD/ART yang sangat prinsipil, maka harus dibenahi,” tuturnya.
Misalnya di pasal 35 angka 3 huruf b, secara prosedural harusnya ada pemberitahuan tentang pelaksanaan Musorkot, yang dilakukan secara tertulis. Dan dikirim ke setiap anggota yang berhak untuk mengikuti Musorkot sekurang-kurangnya 14 hari.
Termasuk bahan-bahan yang akan dibahas pada Musorkot. Harus diserahkan pada setiap peserta Musorkot sekurang-kurangnya 7 hari kalender.
“Apakah semua anggota sudah menerima dalam tenggang waktu yang ditentukan. Kalau tidak, maka itu cacat hukum,” ucapnya.
Namun pada kenyataannya, surat undangan untuk hadir di Musorkot, baru diterima anggota cabor, mulai 12 Desember lalu. Sementara pelaksanaan Musorkot, pada 17 Desember lusa.
Sementara itu, terkait adanya pernyataan tertulis dukungan terhadap calon, Eko menilai bahwa dukungan adalah hal yang biasa bagi setiap calon. Tapi pertanyaannya, dukungan itu diatur tidak dalam AD/ART.
“Karena setahu saya, sementara ini untuk memberikan dukungan secara tertulis itu, diberikan pada saat forum memenuhi untuk dilakukan musyawarah. Tapi kalau dukungan itu dilakukan sebelumnya, ini menjadi pertanyaan,” ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskan Eko, soal dukungan tertulis itu sebenarnya bisa dicabut sewaktu-waktu. Karena anggota punya kebebasan untuk menentukan pendapat.
“Jadi misalnya kita sekarang memberikan suatu dukungan, itu kan berupa pernyataan sepihak. Jadi sewaktu-waktu bisa dicabut, meskipun itu bermaterai. Tidak ada implikasi hukum,” tandasnya.
Sementara itu sejumlah anggota KONI Kota Malang berharap, agar KONI Kota Malang yang akan datang ini lebih ada keterbukaan secara berorganisasi. Kemudian anggaran yang sudah digulirkan di APBD itu benar-benar bisa mencapai prestasi yang maksimal.
“Tentunya kami berharap agar nahkoda KONI yang akan datang itu dapat memenuhi kriteria AD/ART yang ditetapkan KONI. Misalkan mempunyai kemampuan managerial, mempunyai waktu, dan mampu menjadi pengayom sekaligus pemersatu semua cabang olahraga. Serta mampu menjalin kerjasama dengan berbagai instansi,” harapnya.
“Selain itu sebaiknya calon Ketua KONI Kota Malang kedepan itu tidak ada yang bermasalah dengan hukum,” pungkasnya. (Ra Indrata)