Malang Post – Pemkot Malang membebaskan lahan berupa tanah dan bangunan, seluas 792 meter persegi. Milik Lisa Mandarina Arif, warga Jalan Basuki Rahmat no.50 Kauman, Klojen Kota Malang. Seharga Rp 26,7 miliar. Untuk kebutuhan kantong parkir di kawasan Kayutangan Heritage.
Tetapi harga itu, dinilai sangat mahal. Hanya menguntungkan penjualnya saja. Seperti disampaikan Konsultan Independen “SISCO” KJPP Satria Satiawan dan rekan.
Penjualan lahan tersebut, terhitung mulai luas tanah, bangunan, toko dan rumah serta sarana lainnya. Total harusnya senilai Rp18,3 miliar.
Belum lagi, hitungan bentuk lainnya. Seperti kehilangan usaha, beban PPAT, pajak BPHTB dan biaya pindah. Terhitung sebesar Rp1 miliar lebih.
Masih ditambah lagi, adanya biaya solatium (kerugian non finansial) sebesar Rp5,5 miliar. Diberikan tambahan lagi, uang beban masa tunggu selama empat bulan untuk pembayaran lunasnya sebesar Rp2 miliar.
Tentunya angka-angka tersebut, menimbulkan isu miring di publik, yang dirasakan oleh internal Pemkot Malang maupun penjual lahan (Gunawan dan Lisa istrinya). Kendati pihak penjual lahan, belum menerima sepeserpun uang penjualannya.
Namun begitu, Perwakilan SISCO, tim penilaian appraisal independen yakni Satria Setiawan, dengan yakin menyatakan penilaian yang dilakukan oleh pihaknya, sudah sesuai dan mengikuti aturan hukum. Jadi nilai-nilai yang dikeluarkan tersebut, sudah sesuai dengan aturan.
“Kami mengikuti harga pasaran dan sebuah penilaiannya. Bukan mengikuti NJOP, sebab tidak relevan. Kita melakukan penilaian secara adil dan murah mahalnya adalah subyektif. Dan obyektifnya sesuai aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah,” tegas Satria.
Harga yang telah dikeluarkan, tambahnya, si penjual tahu atau tidak, niscaya memiliki hak akan komponen yang sudah diatur dalam UU atau aturan lainnya dan itu harus terpenuhi akan haknya. Mengacu pada aturan resminya, seperti UU no.2 tahun 2012, Perpres no.171 dan lainnya.
“Kendati pihak penjual tidak melakukan penawaran kepada Pemkot, nilai yang muncul adalah penilaian sendiri dari kami (tim appraisal). Walaupun sama persis lokasinya dengan tetangga sebelahnya, harga jual yang muncul bisa berbeda,” imbuhnya.
Sementara, perwakilan keluarga pemilik lahan Lisa Mandarina Arif, diwakili menantunya, Herman membenarkan adanya pengiklanan di Macth Properti seharga Rp17,5 miliar pada 2016 silam. Memang telah terjadi kesimpangsiuran.
“Selain tempat iklan tersebut, kami tidak pernah mengiklankannya. Termasuk, untuk batasan waktunya tidak ada dalam pengiklanan itu. Dan sepertinya pengiklan yang dilakukan itu super update. Bisa jadi dari teman ke teman (link), sehingga senantiasa up to date,” ujar Herman. (Iwan – Ra Indrata)