Malang Post – Delapan kelompok terdiri dari empat puluh pelaku UMKM. Khususnya street food (PKL), binaan NUCare -LazisNU Kota Malang. Berkolaborasi dengan Baznas Micofinance Daerah (BMD), mendapatkan pembinaan, pembekalan serta peningkatan kapasitas.
Selama tiga bulan, mereka akan mendapatkan pengetahuan secara umum, utamanya pemahaman tentang produk halal. Yang disampaikan akademisi dari Universitas Brawijaya.
Ketua NUCare – LazizNU, Sulton Hanafi, menyebut, lembaganya juga akan membantu memberikan fasilitasi pembuatan sertifikat halal. Prioritas diberikan kepada delapan kelompok (40 orang) binaan secara gratis. Target di akhir 2022, harapannya bisa tembus 500 pelaku UMKM dan di 2023 tembus 1000 pelaku.
“Mengacu pada regulasi yang ada di undang-undang, pelaku usaha olahan, baik makanan atau minuman, wajib memiliki sertifikat halal. Saat ini diberikan kesempatan memprosesnya secara gratis. Tapi di 2024 ke atas, sudah menyesuaikan (berbayar),” jelas Sulton.
Apalagi untuk kondisi saat ini yang terkait halal, katanya, bukan sekadar simbol atau gaya hidup pada satu usaha. Akan tetapi, menjadi satu kebutuhan atau keharusan bagi pelaku usaha olahan makanan dan minuman, maupun kuliner.
“Untuk itu, kami perlu memberikan pembinaan dan pembekalan kepada binaan. Kali ini, kami menggandeng Universitas Brawijaya. Kita hadirkan tiga pemateri. Dr. Nurul Badriyah (Ketua PSP2M UB, Pengurus LPPOM MUI Jatim), Setyo Tri (Pakar Ekonometrika) dan Arif Andy (Pakar IT UB), sekaligus supervisor halal,” bebernya.
Di kesempatan tersebut, Dr Nurul Badriyah menyampaikan, kehadirannya bersama tim bagian dari konseling dan akselerasi jaminan produk halal. Relaksasi jaminan produk halal, khususnya pada makanan dan minuman, berlangsung sampai dua tahun.
“Setelah 2024 akan ada ketentuan baru. Semua produk yang masuk ke Indonesia, harus bersertifikasi halal. Dalam investigasi kami, pelaku usaha makanan minuman, olahan maupun kuliner, masih separo yang bersertifikat halal. Apalagi yang street food (PKL),” terang Nurul.
Padahal, lanjut dia, untuk mendukung pelaku usaha kuliner, khususnya street food yang masih belum tersentuh sertifikasi halal, justru belum dilakukan. Sejauh ini, lebih ke arah usaha formal baik kecil atau menengah.
“Street food ini adalah yang paling dekat dengan konsumen. Berkaitan atau berhubungan langsung dengan masyarakat. Usahanya selain mudah dijangkau dengan harga murah, juga tanpa melalui distribusi,” jelasnya.
Sedangkan Permenag nomor 36/2019 sudah menegaskan, semua produk makanan dan minuman, baik dalam negeri atau luar negeri, pada 2024 mendatang, wajib bersertifikasi jaminan produk halal. Termasuk diatur oleh UU nomor 33/2014.
“Pelaksanaan sertifikasi jaminan produk halal, sebenarnya sudah berjalan pada 2017, setelah disahkan pada 2014 silam. Regulasi sertifikasi jaminan produk halal diterapka, pada 2024, sudah berjalan untuk makanan dan minuman. Namun untuk barang gunaan, diterapkan pada 2027 nanti,” pungkasnya. (Iwan – Ra Indrata)