Malang Post – Ekskusi dua rumah di Perumahan Dirgantara II/C no. 29 – 30, RT 3 RW 10, Kelurahan Lesanpuro, Kedungkandang Kota Malang, dilakukan oleh juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, didampingi aparat kepolisian. Dihadang oleh komunitas atau kelompok tertentu, dari massa termohon ekskusi, Nanik Sriwahyuningsih.
Kelompok tersebut berupaya menggagalkan proses pelaksanaan eksekusi, pada dua unit rumah yang dimenangkan oleh tiga bersaudara putra-putri dari Hady.
Aksi dorong-dorongan dan suara hujatan, tak bisa ditahan. Dilontarkan oleh massa termohon ekskusi dari berbagai komunitas yang ikut hadir di lokasi. Situasi panas saling dorong dan nada hujatan, berlangsung sekitar pukul 9.30 WIB.
Berlangsung di depan lokasi rumah yang akan diekskusi. Dan kelompok tersebut, berhasil dipaksa mundur setelah Kapolresta Makota, Kombes Pol Budi Hermanto, yang hadir langsung di lokasi sekitar pukul 12.00 WIB.
Kapolresta Makota, menegaskan, dari Polresta Makota, yang juga melibatkan Kodim 0833 setempat, atas permintaan panitera PN Kota Malang, sesuai peraturan perundang-undangan.
“Kami dari Kepolisian memperbantukan memberikan pelayanan pengamanan pelaksanaan eksekusi. Dimana dalam pelaksanaannya sudah ada penetapan dari pengadilan,” tegas Buher, panggilan akrabnya.
Jika ada gugatan-gugatan lain, dari salah satu pihak merasa tidak puas, lanjut Buher, atas keputusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (incrahtc), bisa dilakukan dengan gugatan hukum ke pengadilan.
“Tapi tidak boleh menggunakan komunitas atau menggunakan cara-cara preman. Kami tidak akan memberikan ruang gerak premanisme di Kota Malang.
Tampak di lokasi ekskusi, banyak orang yang tidak berkepentingan hadir. Karena dimobilisasi oleh oknum,” tandasnya.
Selain dari itu, kata Buher, kelompok itu kedapatan juga melibatkan seorang ibu-ibu dan anak-anak.
Direkayasa sedemikian rupa, seolah-olah pelaksanaan eksekusi berlangsung secara keras. “Dengan harapan pelaksanaan eksekusi berlangsung seperti terdholimi.
Rekayasa dibuat oleh komunitas tertentu dan ini sudah kami antisipasi terlebih dahulu. Faktanya rumah yang akan diekskusi dalam kondisi kosong, hanya seorang pembantu,” bebernya.
Kuasa hukum dari pemohon ekskusi, Sumardhan, S.H. memaparkan, pihaknya telah menempuh proses hukum secara berkelanjutan dan berkesinambungan di jalur hukum yang real. Yakni mulai PN, PT, MA, bahkan sampai PK di MA.
“Kesemuanya sudah dimenangkan oleh klien kami dan pelaksanaan sita sebenarnya sudah bisa dilakukan pada Februari 2022 lalu. Akan tetapi, kami sebagai orang timur masih memiliki nilai kemanusiaan,” papar Mardhan.
Sehingga pelaksanaan eksekusi tidak segera dilaksanakan.
Sambungnya lagi, untuk membantu meringankan beban termohon ekskusi, pihaknya telah mencoba membantu dengan kompensasi senilai Rp 100 juta.
“Tapi hal itu ditolak olehnya, karenanya penyelesaian secara manusiawi sudah dilakukan berulangkali dan tidak ada itikad baik. Sudah barang tentu, kami menyelesaikan secara prosedural dengan melibatkan juru sita pengadilan sekaligus pendampingan dari pihak berwajib,” pungkasnya.
Demikian halnya, pengurus RW 10 diwakili Fauzan, hadir di lokasi eksekusi. Sebagai tokoh masyarakat bertujuan untuk turut menyaksikan fakta yang ada dan sebenarnya (saksi). (Iwan – Ra Indrata)