Malangpost – Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI) Muhammad Lutfi secara resmi mengeluarkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah hingga kemasan premium. Kebijakan ini telah berlaku mulai 1 Februari 2022 yang lalu. HET untuk minyak goreng curah sebesar Rp. 11.500 / liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp. 13.500/liter, dan minyak goreng premium sebesar Rp 14.000/liter. Seluruh harga minyak goreng ini sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Seperti yang disampaikan oleh Mendag RI dalam konferensi pers (27/1/2022).
Mendag RI meminta masyarakat agar bijak dan tak panic buying dalam membeli kebutuhan minyak goreng. Pemerintah menjamin stok minyak goreng tetap tersedia dengan harga yang terjangkau, selain itu pemerintah juga memerintahkan supaya produsen minyak goreng dapat menyalurkan stok supaya tak terjadi kekosongan di kalangan pedagang atau pengecer. Pemerintah perlu mengambil langkah hukum tegas kepada pelaku usaha yang tak patuh kepada ketentuan ini.Pemerintah pun sangat berharap dengan harga minyak goreng dapat menjadi lebih stabil dan terjangkau untuk masyarakat serta tetap menguntungkan bagi para pedagang, distributor, hingga produsen.
Evaluasi Kebijakan
Sebelumnya, pada Januari 2022 Mendag RI menetapkan minyak goreng satu harga Rp 14.000 pada setiap toko ritel modern.Mendag Lutfi pun mengeluarkan kembali kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 20 persen bagi eksportir bahan baku minyak goreng. Serta, Domestic Price Obligation (DPO) harga bahan baku minyak goreng dalam negeri. Melalui Permendag nomor 01/2022 dan Permendag 03/2022, pemerintah Indonesia menggelontorkan subsidi sebesar Rp 7,6 triliun dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) demi kestabilan harga. Skemanya, selisih harga dibayarkan kepada produsen minyak goreng sebagai pengganti selisih harga.Semua ini didorong pemerintah demi kestabilan harga dan pasokan minyak goreng nasional.
Per 1 Februari 2022 karena harga CPO (Crude Palm Oil) sudah ditetapkan dan bahan bakunya sudah diturunkan (harganya) melalui DPO, maka dalam hal ini pembayaran selisih harga dari harga keekonomian ke harga HET tidak lagi diperlukan. Beberapa rincian harga eceran tertinggi / HET minyak goreng mulai 1 Februari 2022 untuk minyak goreng curah seharga Rp 11.500/liter, untuk minyak goreng kemasan sederhana seharga Rp 13.500/liter, untuk minyak goreng kemasan premium seharga Rp 14.000/liter.Dalam kebijakan ini Mendag juga menyampaikan, jika selama masa transisi berlangsung hingga 1 Februari 2022, kebijakan minyak goreng satu harga sebesar Rp14.000/liter masih tetap berlaku. Hal ini mempertimbangkan waktu penyesuaian serta stok minyak goreng pada tingkat pedagang hingga pengecer.
Mendag RI menjelaskan jika kebutuhan minyak goreng nasional pada 2022 adalah sebesar 5,7 juta kilo liter. Untuk kebutuhan rumah tangga diperkirakan sebesar 3,9 juta kilo liter,yang terdiri 1,2 juta kilo liter kemasan premium, 231 ribu kilo liter kemasan sederhana, dan 2,4 juta kilo liter curah. Jika melihat data ekonomi yang berlangsung dalam rentang 15 tahun terakhir, konsumsi minyak goreng di Indonesia rata-rata menyerap pangsa pasar sebesar 86,64 persen dibanding minyak goreng jenis lainnya (Sipayung dan Purba, 2015). Hal inilah yang menyebabkan minyak goreng dapat dikategorikan sebagai komoditas yang sangat strategis, karena kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomi yang sangat besar bagi pertumbuhan perekonomian nasional.
Stabilitas harga minyak goreng dapat terjaga bila ketersediaannya di pasar domestik terjamin. Peningkatan produksi minyak goreng harus dilakukan seiring tingginya permintaan minyak goreng. Salah satu penyebab semakin tingginya permintaan minyak goreng adalah faktor jumlah penduduk Indonesia yang meningkat. Dalam studi Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI), terjadinya peningkatan permintaan terhadap minyak goreng sawit juga dapat terlihat dengan meningkatnya konsumsi minyak per tahun (BPS RI, 2021)
Langkah Taktis
Peningkatan produksi minyak goreng dilakukan dengan cara pengembangan industri minyak goreng sawit. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan banyak industri minyak goreng sawit yang menjadi motor utama dalam produksi kebutuhan minyak goreng sawit dipentas global. Diantaranya di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Kapasitas produksi minyak goreng sawit di Indonesia paling tinggi berada di Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Utara dengan produksi minyak goreng sawit masing-masing sebesar 21,46 persen dan 19,94 persen dari produksi minyak goreng sawit nasional (Sipayung dan Purba, 2015).
Pengembangan industri minyak goreng sawit ini berkaitan erat dengan ketersediaan CPO sebagai input produksi minyak goreng sawit di pasar domestik. Produksi CPO Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan sejak tahun 1990 yang hanya 2,412 juta ton menjadi 31,2 juta ton pada 2015 (BPS, 2015). Bahkan selama masa Covid -19 industri kelapa sawit masih berjalan normal sepanjang pandemi melanda, meski dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.industri kelapa sawit mendapatkan angin segar dengan pergerakan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang terus menanjak sejak awal tahun hingga sempat mencapai di atas US$ 1.000 per ton pada Mei 2021 lalu.(BPS RI, 2021). Harga kontrak pengiriman Juli menembus MYR 4.186 per ton atau sekitar US$ 1.008 per ton. Ini merupakan harga tertinggi dalam kurun waktu lebih dari satu dekade terakhir atau 10 tahun terakhir ini.
Realitas ini menunjukkan jika Indonesia punya posisi price maker atau penentu harga komoditas sawit. Pasalnya, Indonesia merupakan produsen eksportir terbesar CPO di dunia.Indonesia punya posisi price maker karena menjadi produsen sekaligus eksportir terbesar, tujuannya supaya bisa atur harga jual dan bisa berdampak positif pada dalam negeri. Harga CPO melonjak tajam selama 2021. Kenaikan ini adalah oasis ditengah tren koreksi harga CPO secara global.
Prospek CPO pada saat ini memang masih dibayangi risiko ekonomi terkait pandemi Covid-19 apalagi setelah Indonesia dan Malaysia merupakan produsen utama komoditas ini menghadapi gelombang baru penyebaran virus Covid-19.Harga minyak goreng global sangat dipengaruhi jumlah produksi minyak goreng sawit Indonesia. Perkembangan industri minyak goreng sawit ditandai dengan pertambahan jumlah perusahaan yang mampu meningkatkan produksi minyak sawit Indonesia. Produksi minyak sawit Indonesia berfluktuasi sejak 1990, namun menunjukkan trend semakin meningkat hingga 2021. Produksi minyak goreng sawit tersebut didukung tingginya produksi CPO Indonesia sebagai input utama proses produksi minyak goreng sawit.
Tak mengherankan jika harga minyak goreng sawit Indonesia sangat dipengaruhi harga CPO Internasional. Peningkatan harga CPO Internasional menyebabkan terjadinya kekurangan pasokan CPO domestik akibat ekspor yang berlebihan sehingga harga minyak goreng sawit sebagai produk turunannya meningkat. Dalam posisi ini pemerintah Indonesia wajib mengontrol bagaimana pemetaan ekspor supaya tak melebihi batasan hasil produksi dalam negeri.Karena jika stok domestik ini tidak mencukupi, maka tidak mungkin melakukan ekspor. Karena itu, presentase antara jumlah produksi dan nilai ekspor haruslah selalu setara. Karena dengan jumlah produksi minyak sawit yang berlimpah diharapkan mampu mendukung kegiatan ekspor minyak sawit, yang nantinya memberi dampak baik bagi devisa maupun pertumbuhan ekonomi negara.
Penulis : Haris Zaky Mubarak, MA (Riset Analis Jaringan Studi Indonesia)