
Rapat kerja penilik Kabupaten Malang dalam rangka mengatasi angka warga yang tidak mengantongi ijasah sekolah dasar
Malang Post – Ikatan Penilik Indonesia (IPI) Kabupaten Malang dalam rapat kerja membahas cara mengatasi jumlah warga yang tidak lulus sekolah dasar. Pada usia di atas 15 hingga 21 tahun, mulai tahun 2010-2020 ke atas. Karena berpengaruh pada kesejahteraan.
Hadi Sutikno, Kepala IPI Kabupaten Malang menjelaskan program kerja mereka. Antara lain: Menyukseskan penilik Holistik Integratif. Mengatasi isu stunting. Minimal penilik bisa maping dalam mengurangi angka stunting.
Ketiga, tim perumus untuk menyukseskan akreditasi tahun 2021, tercatat 320 lembaga sudah selesai akreditasi. Pada 2022 targetnya 320 lembaga yang mengikuti akreditasi dari 1000 lembaga di Kabupaten Malang.
“Masalah Indek Pembangunan Manusia akan kerjasama dengan pondok pesantren. Untuk mengurangi beban biaya serta kerjasama dengan PKBM,” tegasnya.
Targetnya, satu PKBM terdapat 250 warga belajar. 2022 bisa naik 1% IPM dan IPI bertindak mendorong dan meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten Malang.
Maulidiah Nitivijaya, Staf fungsi statistik sosial Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang mengatakan. Proses menemukan data biasanya pada bulan Maret dengan melakukan Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENA) .
Survey BPS termasuk latar belakang pendidikan warga. Ijasah terakhir yang dimiliki, demografi serta berapa lama menempuh pendidikan. Kesehatan juga dianalisa. Ibu -ibu juga diobservasi dan penghasilannya diranyakan pada responden.
“Angka tersebut diolah hingga menggambarkan secara makro potensi di Kabupaten Malang. Kemudian di validasi dan akhirnya data itu yang digunakan,” ujarnya.
Survey 2020, angka warga Kabupaten Malang yang tidak lulus sekolah dasar 14.64 % dan terjadi kenaikan tahun 2021 menjadi 16.69 dengan usia diatas 15 tahun.
Menurutnya, pemicu tingginya anak putus sekolah karena masyarakat sendiri. Dari sisi anak yang sudah bosan sekolah, ikut kakeknya dan pendidikan warga tidak maksimal terutama di pedesaan.
Warga merasa nyaman bekerja. Padahal secara usia belum layak. Juga ada faktor sekolah yang membebani warga dengan banyak tarikan uang dari sekolah.
“Kalau kita datangin, mereka menjawab males sekolah. Karena brokenhome dan adanya tarikan sekolah yang membebani warga,” pungkasnya.(yon/yan)