Malang Post — Meningkatnya ekstrimisme dan intoleransi di masyarakat, mendorong Pemerintah RI melakukan berbagai upaya untuk menekan gerakan tersebut. Salah satu langkah yang dilakukan yaitu penguatan moderasi beragama yang diberikan kepada tenaga pendidik.
Seperti yang dilakukan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang kepada 30 guru pendidikan agama di Kota Malang. Diharapkan setelah mengikuti acara itu, para guru dapat menularkan pentingnya keberagaman pada anak didik mereka.
Kegiatan penguatan moderasi beragama ini diselenggarakan UIN Malang bekerja sama dengan Balai Penelitian dan Pusat Diklat Kemenag RI. Acara yang berlangsung selama 22 – 29 November 2021 ini, melibatkan guru SD, SMP dan SMA Kota Malang.
Ketua Pusat Studi Moderasi Beragama UIN Malang–Mohkammad Yahya MA PhD mengatakan, program ini bertujuan untuk mengembalikan suasana hidup beragama yang toleran dan bisa menghargai perbedaan.
Pasalnya menurut Yahya, pada masyarakat saat ini terlihat semakin meningkatnya tindak ekstrimisme, intoleransi, klaim kebenaran dan tidak bisa menerima perbedaan yang berbasis agama.
“Kegiatan ini sebagai salah satu langkah menyukseskan program moderasi beragama yang menjadi prioritas nasional dari pemerintahan Presiden Joko Widodo,” ujar Yahya ketika ditemui di sela kegiatan, Senin (22/11/2021).
Dijelaskan Yahya, saat ini ada dua langkah prioritas yang dilakukan pemerintah dalam menekan tindakan ekstrimisme, terorisme dan intoleransi.
Pertama, menghalau tindakan tersebut dengan program yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Langkah kedua. seperti yang sudah dijelaskan, yaitu penguatan moderasi beragama.
Moderasi beragama penting untuk menumbuhkan kesadaran beragama yang baik dan saling menghormati perbedaan.
“Bagaimana antar sesama umat beragama saling menghargai dan damai. Kalau ada perbadaan kita bisa mengelola perbedaan lebih baik lagi,” terang Yahya.
Sementara itu, teknis penguatan moderasi beragama pertama kali dilakukan yaitu udar asumsi. Dengan mengubah asumsi yang sebelumnya merasa benar sendiri, untuk bisa menghormati perbedaan.
Setelah itu membangun perspektif baru, terdapat pendekatan sosiologis yang dilakukan. Agar orang lebih berpikiran terbuka dan merubah mindset yang selama ini dipegang sebagai kebenaran mutlak.
“Kami sajikan data-data baru, harapannya pikiran bisa terbuka dan siap hidup beragama dengan damai,” ucap Yahya.
Lebih lanjut dia menekankan, moderasi beragama bukan hanya tugas pemerintah. Namun tugas berama. Semua pihak berkewajiban untuk menjaga kehidupan beragama yang damai dan penuh toleransi. Dengan kegiatan ini, Yahya berharap bukan hanya pemikiran saja yang berubah, namun disertai tindakan yang nyata.
“Harapan kami ada tindakan praktis yang dilakukan peserta dalam upaya untuk memperkuat moderasi beragama,” tutupnya. (yan)