Malang Post — Sepanjang tahun 2021, pandemi Covid-19 masih terjadi. Semua pihak berjuang bersama menuntaskan. Meski masih terjadi, namun akhir tahun ini angka penambahan pasien mulai menurun.
Dalam kajian akademis, apa yang terjadi selama pandemi, bisa dikaji lebih dalam. Salah satunya mengenai aspek manajemen krisis. Fisip UB mengangkat hal ini sebagai bahan refleksi akhir tahun, Selasa (9/11/2021). Pematerinya adalah Rachmat Kriyantono Ph.D dan kedua adalah Pantri Muthriana Erza Killian Ph.D.
Ketua PSIK UB, Arif Budi Prasetya S.I.Kom, M.I.Kom mengungkapkan refleksi akhir tahun ini mengambil tema soal pandemi karena penanganannya cukup berhasil.
“Hal ini dibuktikan dengan menurunnya kurva penularan dan yang paling penting tentunya pandangan negara lain terhadap Indonesia dalam menangani pandemi,” ucapnya
Menurut Arif, kajian manajemen krisis yang ada di FISIP UB juga bisa jadi salah satu kontribusi yang bisa diaplikasikan dalam kegiatan riil di negara ini.
“Perspektif dari para akademisi dapat kita simak melalui kegiatan ini,” papar pria yang juga dosen Ilmu Komunikasi UB ini.
Sementara itu Pantri Muthriana Erza Killian Ph.D mengungkapkan, “Setidaknya ada tiga paradoks yang muncul dalam praktik kerjasama global di masa pandemi”.
Menurut Erza, pertama internasionalisme adalah semangat kerjasama yang ingin diusung secara global, namun nasionalisme justru semakin menguat. Kedua, pemerataan diharapkan menjadi tujuan utama dari skema global yang digagas, namun ironisnya ketimpangan justru semakin tinggi. Ketiga retorika terkait kerjasama banyak digaungkan secara masif namun kompetisi global justru semakin tajam.
“Tiga paradoks ini menjadi poin penting dalam melihat kesesuaian antara retorika dengan realita global yang ada,” papar dosen Hubungan Internasional Fisip Universitas Brawijaya
Beberapa kejadian paradoks yang terjadi seperti Inggris yang sudah mengamankan stok lima dosis per orang padahal ada negara lain yang masih kekurangan stok vaksin.
“Selain membahayakan kelompok rentan di banyak negara, nasionalisme vaksin seperti ini juga berpotensi untuk memperlambat pemulihan ekonomi di masa pandemi,”
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Erza menilai bisa dilihat melalui dua lensa. Pertama, melihat kemampuan Indonesia dalam menciptakan keamanan kesehatan dalam negeri dan kedua menilai kontribusi Indonesia di tingkat global.
“Kunci keberhasilan Indonesia dalam menurunkan angka penyebaran Covid-19 adalah angka vaksinasi yang tergolong tinggi,” ucapnya.
Jika dihitung berdasarkan persentase populasi, Indonesia sesungguhnya masih berada di bawah rata-rata global, yakni di angka 43.30 %. Namun secara angka absolut, Indonesia telah berhasil memvaksinasi sedikitnya 119 juta warga hingga 31 Oktober 2021.
Bagi Erza, unit-unit diplomasi Indonesia berhasil memastikan ketersediaan stok vaksin dalam negeri sekaligus mendorong kerjasama untuk membangun kemandirian industri vaksin.
“Harus diakui bahwa untuk pemenuhan ketahanan kesehatan domestik, mesin-mesin diplomasi Indonesia telah menunjukkan performa yang baik selama satu tahun terakhir dan untuk itu, kita layak berterima kasih,” jelas lulusan magister The University of Queensland ini.
Namun menurut Erza kiprah Indonesia di dalam luar negeri tak sebaik di dalam negeri. Indonesia yang cukup aktif dalam skema COVAX Advanced Market Commitment tak mampu mengatasi masalah global tentang masalah ketimpangan vaksin.
“Posisi Indonesia di COVAX lebih banyak digunakan untuk mengamankan stok vaksin dalam negeri dibanding mendorong pemerataan vaksin global,” sambung Erza.
Erza menyatakan posisi Indonesia memang dilematis. Termasuk yang juga dialami negara negara lain.
“Karena pada dasarnya, ketika dihadapkan pada situasi krisis, negara akan cenderung memilih untuk menyelamatkan dirinya terlebih dahulu,” jelasnya.
Di akhir paparannya, Erza meminta tak ada lagi warga yang meninggal karena Covid-19. Indonesia sudah kehilangan lebih dari 143.000 jiwa.
“Kepada merekalah kita berhutang untuk menjaga Indonesia dan mewujudkan dunia yang lebih aman. Ini adalah hutang yang perlu kita bayar lunas, bukan hanya untuk Indonesia, tapi untuk seluruh warga di dunia,” pungkasnya. (yan)