Malang Post – Miris. Bukannya menyerahkan bantuan untuk yang berhak. Malah ‘memperkaya diri’. Dialah tersangka Penny Tri Herdiani (28) ber-KTP Merjosari Lowokwaru Malang.
Perempuan ini, pendamping Program Keluarga Harapan (PKH). Kini berkaos tahanan Polres Malang.
Minggu (8/8/2021) siang. Kapolres Malang AKBP Raden Bagoes Wibisono Handoyo Koesoemah menggelar konferensi press terkait kasus tersangka Penny. Pendamping PKH ini diduga korupsi. Sejumlah dokumen dan barang bukti turut dibeber.
Satuan Reskrim Polres Malang, sekitar dua bulanan menyelidiki dan memintai keterangan sejumlah saksi. Senin (2/8/2021) usai gelar perkara, ditetapkanlah Penny sebagai tersangka.
“Dia sebagai tersangka berdasarkan sejumlah alat bukti yang cukup. Untuk selanjutnya kemudian tersangka ditahan di Rutan Polres Malang,” tegas Bagoes.
Dijelaskan, tersangka Penny menjabat sebagai Pendamping Sosial PKH Kabupaten Malang di Kecamatan Pagelaran. Sejak 12 September 2016 sampai 10 Mei 2021.
Hasil penyelidikan dan penyidikan, pada anggaran 2017 – 2020, terjadi sejumlah penyalahgunaan dana bantuan PKH. Bantuan sebanyak 37 KPM (Kelompok Penerima Manfaat).
“Totalnya mencapai sekira 450 juta rupiah,” papar Bagoes sembari menjelaskan modus operandi tersangka. Salah satu caranya, tidak memberikan KKS (Kartu Keluarga Sejahtera).
Rinciannya, 16 KKS tidak pernah diberikan kepada yang berhak atau KPM. Sebanyak 17 KKS juga tidak diberikan. Karena KPM tidak ada di tempat/meninggal dunia. Sejumlah 4 KKS untuk KPM hanya diberikan sebagian.
Ratusan juta rupiah justru dipakai tersangka. Diantaranya untuk pengobatan orangtuanya yang sakit, pembelian barang peralatan elektronik seperti kulkas, tv, laptop, keyboard, kompor, AC dan kebutuhan lain.
“Sisanya untuk kepentingan sehari-hari,” ungkap suami Polwan Eka Frestya ini. Ia lalu menunjukkan barang bukti, termasuk 33 kartu KKS berisi nama-nama warga yang mendapat KPM.
Bukti lain berupa, 33 buah buku rekening Bank BNI atas nama KPM, sebundel rekening koran, sejumlah alat elektronik, 1 set meja kursi taman dan Yamaha NMAX tahun 2015 N-5873-EBD.
“Ada uang tunai sebesar Rp 7.292.000. Ada juga satu lembar Berita Acara Pengembalian Dana Penyalahgunaan Bantuan Sosial Program keluarga Harapan tanggal 28 Mei 2021,” urai Bagoes.
Bagoes menambahkan, tersangka diduga melanggar pasal 2 ayat (1) sub pasal 3 sub pasal 8 UU Nomor 20 tahun 2001 atas perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi.
Ancaman pidananya penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar. (yan)