AMEG – Kasus korupsi di Indonesia makin hari makin bertambah. Ini meresahkan. Tinuk Dwi Cahyani SH SHI MHum, Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berinisiatif menulis buku berjudul: Pidana Mati Korupsi. Diterbitkan sejak April 2021.
Tinuk menjelaskan, ide tulisan ini berawal dari banyaknya warga dan rekan yang resah karena korupsi
Apalagi maraknya beberapa oknum yang tega mengambil anggaran bantuan yang disalurkan di masa pandemi seperti saat ini. Sempat pula muncul isu di masyarakat terkait hukuman mati bagi pelanggar, bahkan diamini Presiden Joko Widodo.
Koruptor yang terjaring saat ini, sebenarnya memenuhi unsur pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang bisa dijatuhi hukuman mati.
Lebih lanjut, Tinuk juga menjelaskan alasan kenapa para koruptor sampai saat ini belum mendapatkan hukuman tersebut.
Padahal jika dilihat, ada segelintir pelaku terorisme dan narkotika yang divonis hukuman mati. Dalam bukunya, dijelaskan hal itu.
“Ide tulisan ini, berawal dari keresahan saya dan masyarakat. Terkait belum adanya koruptor yang dihukum mati. Maka, saya menuliskan apakah bisa koruptor dijatuhkan pidana mati seperti kasus terorisme maupun narkotika,” ungkapnya.
Dosen Fakultas Hukum ini, menyampaikan inti tulisannya membahas pidana mati dari hukum positif di Indonesia dengan Hukum Jinayah Islam.
Membandingkan antara kedua hukum tersebut. Untuk membantu menemukan jawaban. Termasuk bagaimana bisa koruptor dijatuhi hukuman tersebut.
Juga membahas aturan yuridis dan uraian pasal. Urutan serta konsep jatuhnya pidana mati. Sekaligus memberikan peringatan bagi penegak hukum untuk menjalankan tugasnya dengan baik.
Tinuk berharap, buku ini bisa menjadi pengingat bagi penegak hukum. Agar lebih tegas menjalankan tugasnya. Begitu pula untuk masyarakat. Agar bisa mengawasi dan mengontrol apa yang dilakukan pejabat negara.
“Saya ingin buku ini tidak hanya menjadi bacaan saja, tapi juga menjadi pengingat untuk menumpas kasus korupsi yang menggerogoti negara kita” pungkasnya menerangkan. (yan)