
Ilustrasi narkotika. (Shutterstock)
Kasus narkoba mulai bermunculan kembali di Malang, setelah Kepolisian Daerah Jawa Timur ( Polda Jatim) menangkap enam tersangka kasus narkoba. Penangkapan para tersangka buntut salah tangkap TNI Angkatan Darat I Wayan Sudarsana, di Hotel Regent’s Park, Jalan Jaksa Agung Suprapto Kota Malang, pada Kamis ( 25/3/2021).
Salah satu dari enam tersangka yang membuat heboh adalah tersangka AH yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan jabatan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pemerintah Kota Malang, warga Jalan Terusan Kayan A-137,RT 06 R 18 , Kelurahan Bunulrejo, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Sedangkan kelima tersangka lainnya yakni dua orang wanita berinisial FN dan CR, dan tiga orang laki-laki berinisial IL, VR, dan GN.
Penangkapan berawal dari tersangka FN dan CR di pinggir Jalan Laksda Adi Sucipto, Blimbing, karena kedapatan membawa narkoba jenis pil inex. Di hadapan petugas Satuan Narkoba (Satnarkoba) Polresta Malang FN mengaku mendapatkan inex dari IL yang saat itu berada di Hotel Regent’s Park.
Petugas pun kemudian menyamar menjadi pembeli menggunakan whatsapp milik FN dan janjian bertemu di Hotel Regent’s Park. Setelah penyelidikan yang sempat salah sasaran, pada akhirnya Polisi berhasil menangkap GN di Jalan Mondoroko, Singosari, Kabupaten Malang. Di hadapan polisi, GN mengaku menjual sabu-sabu kepada AH. Dan setelah dilakukan penggeledahan terhadap AH, petugas mendapati dua bungkus sabu-sabu. Selain itu, polisi berhasil menangkap pengedar narkoba lainnya yakni IL dan VR. Dari hasil penangkapan tersebut, polisi mengamankan barang bukti 4 poket sabu seberat 16,52 gram, 20 poket ganja seberat 39,23 gram, 1,5 butir inexs, dan HP Samsung warna hitam.
Akibat perbuatannya, para pelaku diancam dengan pasal 111 ayat 1, Pasal 114 ayat 1, Pasal 112 ayat 1, Pasal 132 ayat 1, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Psikotropika dengan ancaman hukuman 5 sampai 20 tahun penjara.
Penyebaran narkoba terus saja terjadi tiada henti, sekalipun berbagai upaya telah dilakukan untuk menghabisi peredarannya, namun ancamannya kian gencar menghabisi. Seperti yang disampaikan oleh Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin pada peringatan Hari Anti Narkoba Internasional 2020 (Hani): “Angka penyalahgunaan narkoba meningkat pada 2019: “Data BNN menyebutkan bahwa angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia tahun 2017 sebanyak 3,37 juta jiwa dengan rentang usia 10-59 tahun. Tahun 2019 naik menjadi 3,6 juta.”
Sedangkan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar pada tahun 2018 mencapai angka 2,29 juta (okezone.com, 2020/06/26). Ironisnya, kini seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) ikut terlibat dalam lubang hitam barang haram ini. Entah karena kecanduan setelah mengecap narkoba, atau tergiur dengan bisnisnya yang menjanjikan.
Selain itu, dari tahun ketahun, pengguna narkoba terus saja mengalami peningkatan. World Drug Report UNODC tahun 2020 mencatat sekitar 269 juta orang di dunia menyalahgunakan narkoba. Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat AdiktifBerbahaya (NAPZA) di Indonesia juga kian tahun semakin meningkat. Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), pengguna narkoba mencapai 3,6 juta orang pada tahun 2019. Sedangkan pada tahun 2020, berdasarkan data Kementerian Sosial menunjukkan jumlah korban penyalahgunaan NAPZA yang dilayani sebanyak 21.680 orang yang didampingi oleh 962 Pekerja Sosial dan Konselor Adiksi.
Makin bertambahnya pengguna narkoba saat ini, menunjukkan ketidaktegasan hukuman yang diberikan, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pengguna maupun pemasok narkoba. Padahal, pemerintah sendiri melanjutkan program pemberantasan narkoba sesuai Inpres Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan PemberantasanNarkoba.
Tigabelas pimpinan kementerian/lembaga negara juga sepakat menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Berbahaya Lainnya oleh Aparatur Negara pada Instansi Pemerintah. Sayangnya, berbagai upaya yang dilakukan untuk memberantas dan mencegah peredaran serta penggunaan narkoba seolah seperti jalan buntu.
Setiap satu kasus terselesaikan maka munculah kasus-kasus baru yang lebih mengerikan. Munculnya kasus baru ini tak hanya dipicu sifat dari zat narkoba itu sendiri yang menimbulkan efek ketergantungan bagi penggunanya, lebih dari itu, penyalahgunaan narkoba terus terjadi karena hukum yang diberlakukan cenderung tak berefek jera.
Memberantas peredaran narkoba tidak bisa jika hanya dilakukan dengan ajakan kepada masyarakat untuk memberantas bersama-sama, tetapi harus dari pemahamannya secara mendasar. Setidaknya dibutuhkan tiga unsure pokok dalam memberantas narkoba, yaitu individu yang bertakwa, keterlibatan masyarakat dalam melakukan control antar sesame anggota masyarakat, juga peran negara dalam menjalankan aturan secara tegas dan sanksi yang menimbulkan efek jera.
Seorang individu yang bertakwa, akan sadar dan menyandarkan amal perbuatannya pada hukum Allah semata. Kesadarannya bahwa Allah senantiasa mengawasi hamba-Nya adalah control utama dalam menjalani kehidupan. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) sendiri dikategorikan sebagai perbuatan yang haram untuk dilakukan. Efek halusinasi, mabuk, hingga kecanduan yang dirasakan penggunanya menjadi dasar sebagian ulama untuk mengategorikan narkoba sebagai barang haram sebagaimana khamr. Dengan menyadari hal ini, individu ataupun masyarakat akan menjauhi penyalahgunaan narkoba atas dasar ketaatannya kepada Allah SWT.
Allah SWT. Berfirman dalam Surah Al-Maidahayat 90, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berhala-berhala, panah-panah (yang digunakan untuk mengundi nasib) adalah kekejian yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah ia agar kamu mendapat keberuntungan.”
Juga diriwayatkan Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram,” (HR Muslim).
Sistem hidup sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan sebagaimana yang diterapkan saat ini, telah membuat manusia merasa seakan-akan bebas dari aturan Allah. Otoritas Allah hanya dalam lingkup ibadah sementara dalam mengarungi kehidupan. Manusia dibiarkan bebas membuat aturan sendiri dan melakukan apapun yang dia suka. Adanya masyarakat yang memiliki perasaan dan pemikiran yang terikat pada aturan/syariat Allah akan secara otomatis memunculkan kontrol sosial di tengah-tengah masyarakat.
Amar makruf nahi mungkar adalah tradisi keseharian masyarakat Islam. Hal ini jelas kontras dengan masyarakat sekuler seperti saat ini yang cenderung individualis dan cuek dengan lingkungan sekitarnya.
Sikap individualis yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat sekuler telah membuat mereka merasa aneh dan asing dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Sikap individualis ini juga yang turut berkontribusi menyuburkan kejahatan dan kriminalitas di tengah-tengah masyarakat.
Terakhir, peran negara dalam menjalankan aturan serta menerapkan sanksi dengan tegas tanpa pandang bulu, tidak lemah, dan tak mengenal kompromi dalam menjalankan hokum syariat terhadap para pengguna narkoba dengan sanksi ta’zir baik dicambuk, dipenjara atau sanksi ta’zir lainnya sesuai keputusan Qadhi atau hakim, akan menimbulkan efek jera yang selanjutnya membuat masyarakat akan berfikir sepersekian kali sebelum melakukan perbuatan yang dilarang Allah.
Alhasil, perpaduan ketiga unsur diatas akan mencegah berulangnya kasus penyalahgunaan narkoba, sekaligus memutus rantai peredaran narkoba dalam berbagai macam bentuk. Mekanisme ini akan sulit diterapkan dalam sistem sekuler seperti saat ini. Hanya sistem Islam yang akan mampu meghapus kasus penyalahgunaan narkoba, sekaligus memutus sindikat peredaran narkoba hingga keakar-akarnya.(*)
Penulis : Adelia Firandi, S.Farm., Apt – Mahasiswi
