Soal reshuffle, selalu ramai. Oleh politikus dan parpol pencari kerja. Lebih seru lagi kalau yang muncul nama Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Padahal, UU mengatakan, mantan terhukum dilarang jadi menteri. Tapi, ada saja yang mengusulkan.
——————-
Adalah Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab yang menyatakan, ada sejumlah tokoh yang berpeluang ditunjuk Presiden Jokowi sebagai menteri.
“Kementerian Investasi Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) cocok sepertinya. Selain berpengalaman, Ahok juga disebut masuk tim perumus ibu kota baru. Di sini peran menteri diuji bagaimana menarik investor masuk meramaikan ibu kota tanpa melupakan daerah atau provinsi lainnya,” kata Fadhli
Ada lagi, Ketua Umum Jokowi Mania (Joman) Immanuel Ebenezer menyoroti dua nama: Yusril Ihza Mahendra dan cendekiawan muslim Prof Jimly Asshiddiqie.
Menurutnya, Yusril pantas jadi menteri sekretaris negara (kini dijabat Pratikno). Sedangkan Prof Jimly cocok di Kemendikbud-Ristek.
Pakar hukum tata negara Refly Harun pun mengungkapkan kepada pers bahwa Ahok tidak mungkin.
“Mengenai Ahok, selama UU Kementerian Negara tidak bisa diubah, selama itu pula Ahok tidak bisa menjadi menteri,” ujarnya.
Refly menyebutkan, pasal 22 UU Kementerian Negara mengatur syarat-syarat menteri. Ada 6 syarat di situ. Bunyinya diperinci:
Warga negara Indonesia. Bertakwa kepada Tuhan YME.
Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara UUD 1945 dan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Sehat jasmani dan rohani.
Memiliki integritas dan kepribadian yang baik. Syarat itu multitafsir. Berintegritas itu apa? Pribadi baik itu seberapa? Pastinya bukan orang gila. Walau kata ”gila” juga absurd. Apakah segila Ahok
Ahok baru ”mati angin” di syarat nomor enam (f). ”Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana, yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.”
”Mengacu undang-undang tersebut, sampai kapan pun Ahok tidak akan pernah bisa menjadi menteri,” tutur Refly.
Ahok sudah dihukum dua tahun. Tapi, ancaman hukuman pasal penodaan agama (dikenakan pada Ahok) adalah lima tahun penjara. Pas banget. Kebetulan cocok dengan syarat jadi menteri.
Seumpama menarik Ahok jadi menteri, menurut Refly, Jokowi berpotensi melanggar hukum.
Itu tidak ada kaitannya dengan pernyataan Tenaga Ahli Utama Kedeputian Kantor Staf Presiden Ali
Ngabalin. Diyakini, Jokowi akan mengumumkan reshuffle pada pekan ini. “Pekan ini. Sangat bisa pekan ini,” kata Ali kepada pers Selasa (13/4).
Yang berdasarkan hari kerja, ”pekan ini-nya Ali” berakhir Jumat (16/4). Dan, sampai akhir hari kerja, akhir pekan, belum ada pengumuman reshuffle. Pastinya bukan karena ada desakan nama Ahok. Bukan. Tidak berkaitan.
Ali Ngabalin hanya yakin. Bahwa keyakinannya meleset, ya biasa saja. Selow saja.
Pasal 4 Undang-Undang Dasar 1945: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, presiden dibantu menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan presiden.
Jadi, terserah presiden. Mau pekan ini atau depan, terserah saja. Hak prerogatif presiden.
Lha, mengapa Ali begitu yakin bakal ada reshuffle, dan pekan ini? ”Ada tiga faktor,” ujar Ali.
Pertama, adanya penyatuan Kemenristek dengan Kemendikbud. Usulan pemerintah untuk menyatukan dua kementerian tersebut telah disetujui DPR.
“Surpres yang dikirim ke DPR 30 Maret 2021 itu, itu kan sudah diterima DPR. Di sidang DPR telah diambil keputusan, terkait penggabungan Kemenristek ke Kemendikbud,” tuturnya.
“Kenapa begitu? Banyak kerjaan di Kemeristek yang seharusnya menjadi bidang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN),” tuturnya.
Kedua, Menristek Bambang Brodjonegoro telah pamit dari kementeriannya. “Kan kosong itu. Sementara Kemenristek belum ke Kemendikbud,” katanya.
Ketiga, pemerintah segera membentuk kementerian baru, yakni Kementerian Investasi. Otomatis, akan ada menteri baru.
“Kalau Pak Jokowi, itu tidak lama-lama. Beliau itu kan orang tidak bisa membiarkan suatu urusan berlama-lama,” tutur Ali. ”Jadi, yakin pekan ini.”
Soal nama-nama calon menteri, Ali tidak bicara. Mau Ahok atau bukan, itu urusan Jokowi.
Duet Jokowi-Ahok sudah terkenal sejak 2013. Waktu kampanye Pilkada DKI 2014. Setelah itu pun, masyarakat selalu bicara, mendekat-dekatkan dua tokoh tersebut. Termasuk, ketika Ahok diangkat jadi komisaris Pertamina. Mengapa?
Karena, kelihatan Jokowi menyukai kinerja Ahok. Duet ideal. Satu pemikir, cerdas, tenang, santun. Satunya antikorupsi, galak ke koruptor, giat, tapi berangasan, berkata kasar (citranya dulu).
Duet itu pun punya pendukung yang antikorupsi. (ekn)