AMEG -Pemerintah RI dan pemda saat ini menggenjot percepatan pembangunan. Pada prakteknya menemui kendala. Pertama, percepatan pembangunan umumnya memprioritaskan program implementasi iptek bagi masyarakat, termasuk Industri kecil Menengah (IKM).
Kedua, pemanfaatan teknologi masih rendah dibandingkan tuntutan bisnis. Sehingga peluang yang seharusnya bisa dimanfaatkan IKM Indonesia direbut produk impor. Ketiga, banyak temuan TTG (Teknologi Tepat Guna) bagi IKM, tapi sulit diaplikasikan. Disebabkan lemahnya lembaga intermediasi dan kesiapan SDM.
Keempat, ada gap antara penghasil teknologi dan penggunanya. Seperti: keterbatasan kemampuan IKM dalam memanfaatkan teknologi, kebutuhannya belum banyak didasarkan kebutuhan riil IKM hingga penerapannya kurang tepat (inappropriate).
Ini diungkapkan Prof Dr Muhammad Alfian Mizar MP. Orasi ilmiah lelaki kelahiran Tuban 58 tahun lalu itu, mengambil tema: Strategi Desain Manufaktur dan Aplikasi Teknologi Tepat Guna (Appropriate Technology) dalam Peningkatan Daya Saing Nasional. TTG dipandang sebagai strategi optimalisasi pendayagunaan aspek sumberdaya lokal berkelanjutan, agar punya nilai tambah.
“TTG memiliki peran strategis mendorong berkembangnya inovasi masyarakat. Desain produknya, tidak hanya kegiatan perancangan dan analisis kekuatan komponen produk saja. Tapi harus melibatkan bidang manufaktur, kontrol kualitas dan evaluasi kinerjanya,” ujar Prof Alfian. Beberapa faktor perlu diperhatikan agar penerapannya optimal.
Faktor teknis, dapat meningkatkan produksi, aplikasi teknologi mudah dilakukan, peralatan dan sarana produksi mudah didapat. Faktor ekonomis, biaya operasional terjangkau, secara finansial menguntungkan, produk punya nilai tambah penjualan.
Faktor sosial, sesuai/tidak bertentangan dengan budaya masyarakat/industri kecil. Faktor lingkungan, jangan sampai merusak. Faktor kelembagaan, ada dukungan kebijakan lembaga. Tingkat kemampuan berteknologi IKM juga menentukan. Seperti pengoperasiannya, memasang fasilitas, memperbaiki, mereproduksi, adaptasi dan menambah inovasi.
Alfian menyarankan, perguruan tinggi memilik Appropriate Technology Research and Aplied Centre (Atrac). Sebagai wadah mengembangkan dan menerapkan TTG. Meningkatkan jumlah dan tingkat kesiapan teknologi (technology readiness level) yang aplikatif. Mampu menyaji dalam bentuk paket teknologi yang siap diaplikasikan.
Sementara itu Prof Dr H Heru Suryanto ST MT mengusung: Rekayasa Interface sebagai Faktor Kunci Keberhasilan Manufaktur Komposit Polimer yang Diperkuat Serat Alam. Merupakan kajian mega diversitas kekayaan alam Indonesia, ketiga terbesar di dunia. Dari lima juta aneka ragam hayati di dunia, 15 persen ada di Indonesia. Sayangnya, tak sampai lima persen yang termanfaatkan.
Khususnya tanaman serat. Perlu pengembangan aplikasi menjadi material komposit dan nano komposit. Agar memiliki nilai manfaat bagi petani pembudidaya tanaman serat. Seperti serat rami, jute, pelepah pisang, daun nanas, kapok, ampas tebu (bagasse), sabut kelapa, batang padi (jerami), linen dan mendong. Dapat diaplikasikan menjadi new green composite material. Sesuai pergeseran paradigma bidang manufaktur.
Keunggulan serat alam dibandingkan serat sintetis, adalah harganya murah, densitas rendah, mudah lepas, bersifat bahan terbarukan dan terbiodegradasi dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Potensi produksi komposit sangat besar yaitu 10,8 juta ton tahun 2016 dan diperkirakan naik 5 % tahun 2021. Valuasi mencapai 105 miliar dolar. Tahun berikutnya diperkirakan meningkat lebih besar. Untuk meningkatkan kualitas komposit serat alam, dapat dilakukan rekayasa interface pada serat maupun matriksnya.
“Teknologi rekayasa pada permukaan serat, bisa melalui beberapa perlakuan kimia, perlakuan fisik, proses biologis dan menggunakan teknologi nano material untuk deposisi dan fungsionalisasi permukaan serat. Rekayasa ini, tentunya harus dapat menjamin, apa yang sudah dilakukan menguatkan komposit benar-benar berhasil,” ujar Prof Heru Suryanto.
Salah satunya dibuktikan pada pemanfaatan serat mendong. Sebagai penguat komposit melalui rekayasa interface dengan paparan medan listrik AC. Dilakukan pada pembuatan/manufaktur dengan pengujian mikro mekanik terhadap komposit epoksi dengan penguat serat mendong.
Kajian ini, sudah menghasilkan lima artikel pada jurnal internasional bereputasi dan dua paten yang granted. Sebelum proses manufaktur secara utuh dilakukan, perekayasa harus dapat meyakinkan, bahwa proses manufaktur akan berhasil.
Dua riset ilmiah tersebut, mengantarkan Prof Dr Muhammad Alfian Mizar MP dan Prof Dr H Heru Suryanto ST MT, dosen Fakultas Teknik Mesin Universitas Negeri Malang (UM) ini menjadi guru besar. Kamis (8/4/2021) dikukuhkan di Graha Cakrawala. (jan)