Malang – Diskusi ringan Sabtu Pahing (27/3) sore di Pendopo Kembang Kopi, berujung pertanyaan apa sajakah yang orisinil dari Malang selain Topeng Malangan? Terjawablah polos, Arek Malang kreatif cuk.
Agenda pukul 13.00, diskusi terlambat 2 jam, lantaran tamu pembicara Dwi Cahyono, sejarawan UM berhalangan hadir. Pukul 15. 27, obrolan dimulai tari topeng Malangan yang diperagakan Angga Widartika dan Eko Indra Nur Cahyo.
Obrolan sore di sela hujan lebat bertajuk “Menelaah Mitologi dan Kesejarahan Rabut Katu, anak Ardi Kawi”. Jadi “stuntman” alias pembicara pengganti, Bondhan Rio Prambanan, seorang dalang, peneliti sekaligus praktisi budaya Jawa.
Diskusi rutin ini berlangsung sejak pukul 15.40 sampai pukul 17.00 bertempat di Pendopo Kembang Kopi, Dusun Ngemplak, Desa Sumbersuko, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.
Apa saja yang diobrolkan? Soal korelasi Rabut Katu dengan Ken Angrok (Ken Arok) dan dimana ia dimakamkan. Hingga kini masih jadi misteri.
“Di Pararaton, Ken Angrok disebut anak dari Brahma. Di Malang Raya itu ada tiga tempat “kagenengan” yang diduga jadi tempat makamnya. Kandidat pertama, Rabut Katu. Ini masih tafsir. Tapi kita tidak bisa ngomong pasti di sana,” ungkap Bondan.
Secara telaah, kemungkinan besar masih banyak peninggalan kuno. Di daerah Katu, sering ditemukan benda-benda kuno. Termasuk batu bata jaman kerajaan.
Keyakinan semakin kuat, pada eskavasi beberapa saat lalu, tim sempat pula menemukan temuan-temuan baru. Salah satunya koin jaman dinasti Song.
“Waktu itu nemukan koin dinasti Song. Perkiraan abad 9 – 10 an. Di daerah sana, ada beberapa lapisan. Masih ada kemungkinan di lapisan bawahnya, ada kebudayaan lain,” ungkap salah seorang yang pernah ikut eskavasi.
Obrolan disertai guyon pun muncul bernada serius. “Ayo gangsir gunung. Kalau biasanya gangsir kuburan. Ini gangsir gunung. Waah seru asyik ini. Siapa tahu ditemukan temuan baru lagi. Kandidat nomor satu, di sana,” ujar Bondan.
Lepas dari ide nyleneh “nggangsir” Katu, Bondan menyarankan agar pada karya novel yang menyinggung Rabut Katu, pembaca baiknya membaca lebih dulu kata pengantar buku. Agar menyikapinya dan menerima informasi tidak serta merta meyakininya sebagai dasar sejarah.
Di sela-sela obrolan, muncul pertanyaan di luar konteks Katu soal apa sajakah Orisinalitas dari Malang dan kenapa tidak seberkembang Bandung atau Yogyakarta. Menanggapi pertanyaan dan pernyataan itu, moderator menjawab cukup melegakan. Arek Malang kreatif Cuk. (Oso/Yan)