Situbondo – Bupati Situbondo, Karna Suswandi, akhirnya membentuk tim evaluasi untuk mengkaji ulang perjanjian kerjasama (PKS) pengelolaan Smart Market atau Simposium dengan pihak ketiga yang menjadi polemik sejak sebulan terakhir. Tim diketuai Sekretaris Daerah (Sekda) Syaifullah yang juga sebagai pihak pertama yang menandatangani PKS Smart Market, atas nama Pemkab Situbondo.
Menurut Sekda Syaifullah, tim ini akan melakukan kajian dari berbagai sisi. Mulai dari rencana dan keinginan besar pemkab terkait pendirian Smart Market, hingga pengelolaannya.
“Saat ini tim masih belum bergerak karena ada benturan dengan kegiatan. Tim akan melakukan kaji ulang dalam waktu dekat,” tegas Syaifullah, Senin (22/3).
Syaifullah mengaku, saat pembentukan tim dia tidak ikut karena terbentur dengan kegiatan lain. Akhirnya, dia diwakili Asisten I.
Syaifullah menjelaskan, pihaknya akan menyampaikan secara bertahap hasil kajian tim. Seperti, perjanjian kerjasama, penentuan harga ruko sampai kepada pengelolaan Smart Market yang berubah menjadi Simposium itu.
Terpisah Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Situbondo, Abdul Kadir,juga angkat bicara soal pengelolaan Smart Market. Menurutnya, konsep Smart Market yang awalnya digagas pemkab pada masa pemerintahan Bupati Dadang Wigiarto dan Wabup Yoyok Mulyadi itu, ternyata lebih bagus dan meluas dari rencana sebelumnya.
Bahkan, dia mengapresiasi pengelola Smart Market. Karena lebih bagus dari yang dibayangkan. Yaitu, baik dari sisi manajemen maupun pendapatan daerah yang dihasilkan.
“Awalnya memang konsep kita Smart Market. Namun ternyata saya salut sama mereka, konsep mereka lebih luas, lebih komprehensif. Setelah saya lihat, ternyata Smart Market adalah bagian dari Simposium,” ungkapnya.
Kadir, panggilan akrabnya menyebutkan, Simposium singkatan dari Situbondo Smart Point – Sinergi Usaha Mikro, tak hanya menjual produknya sendiri, melainkan juga ikut mempromosikan produk milik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di Situbondo, dengan harga yang pantas.”Misal, hasil olahan makanan milik masyarakat yang dititipkan di Simposium, harganya itu ditentukan pemiliknya, tanpa ditawar,” terangnya.
Karena itu, Disperdagin keberatan jika disebut sebagai bentuk sewa menyewa ruko, yang sempat menjadi sorotan tajam wakil rakyat dan praktisi hukum di Situbondo. Karena hanya Rp35 juta per tahun. Sebab Simposium ini adalah bentuk kerjasama, bukan sewa menyewa.
“Kita jangan berangkat dari harga sewa. Karena ini kerjasama. Kita melakukan itu, karena ruko itu terbengkalai selama dua tahun. Kalau gak ditempati bisa rusak. Dan harga tawar tertinggi, ya Rp35 juta per tahun itu,” bebernya.
Namun dalam bentuk kerja sama ini, pihak pemkab tidak merinci bagi hasil yang akan diperoleh dalam perjanjian dengan CV Matlamat Agung. Karena memang tidak ada bagi hasil.”Sharing profit nggak ada. Kita kan bekerjasama. Profit-nya ya untuk masyarakat, karena bahan baku Simposium belanjanya harus ke Pasar Mimbaan. Yang jelas, untuk kita hanya dapat pajak makan minum itu saja,” kata Kadir.
Kadir menambahkan, nilai investasi di Simposium saat ini sudah mencapai Rp1 miliar lebih. Padahal, baru buka awal Maret 2021. Sedang uang yang dibelanjakan kepada pedagang di Pasar Mimbaan mencapai Rp36 juta lebih.
“Misal, mereka tidak belanja ke pedagang di Pasar Mimbaan. Gampang caranya, kita akan testimoni pedagang Pasar Mimbaan apakah mereka belanja disana atau tidak,” ungkapnya.
Namun dia mengakui, memang terjadi kekeliruan. Karena tidak membentuk tim untuk menentukan harga lelang pengelolaan, antara pemkab dengan CV Matlamat Agung.
“Salahnya kita memang tidak membentuk tim. Tetapi, nantinya ada adendum dalam perjanjian kerjasama itu. Semua hal yang menjadi permasalahan akan kita perbaiki melalui adendum,” pungkasnya. (zai/ekn)